MASJID AL-MUSABBIHIN

MASJID AL-MUSABBIHIN
Sumber Dakwah dan Informasi DKM AL-MUSABBIHIN PERUM KOMPAS INDAH TAMBUN
Latest Post

Sejarah Maulid Barzanji dan Keutamaanya

Written By Rudi Yanto on Rabu, 20 September 2023 | 9/20/2023

Maulid Barzanji: Penyusun, Keutamaan, dan Cara Bacanya






Sumber : https://islam.nu.or.id/shalawat-wirid/maulid-barzanji-penyusun-keutamaan-dan-cara-bacanya-gIrO8


Di antara kitab puji-pujian kepada Rasulullah saw yang sangat masyhur di Indonesia adalah Maulid Barzanji, yaitu kitab yang berisikan kisah perjalanan Rasullulah saw, puji-pujian kepadanya, serta doa-doa. Tidak hanya dijadikan bacaan ketika merayakan hari kelahiran Nabi saw, Maulid Barzanji juga dijadikan rutinan setiap malam Jumat atau malam Senin oleh mayoritas masyarakat. Maulid Barzanji termasuk kitab maulid paling populer. Maulid satu ini tersebar ke pelosok negeri, mulai dari Arab dan semua negara Islam. Bahkan banyak kita jumpai orang-orang yang menghafalnya. Maulid Barzanji memiliki nama khusus, yaitu ‘Iqdul Jauhar fî Maulidin Nabiyyil Azhar, yang disusun untuk meningkatkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad saw. Namun seiring perkembangan zaman, kemudian lebih masyhur dengan sebutan Maulid Barzanji dengan penisbatan kepada penulisnya. 
Biografi Singkat Penyusun Nama lengkapnya Sayyid Zainal ‘Abidin Ja’far bin Hasan bin ‘Abdul Karim al-Husaini asy-Syahzuri al-Barzanji. Beliau kelahiran Madinah al-Munawwarah pada Kamis awal Dzulhijah 1128 H/1716 M. Sayyid Ja’far al-Barzanji wafat pada Selasa setelah shalat Ahsar 4 Sya’ban 1177 H/1763 M, dan dimakamkan bersama dengan kakeknya di Baqi’ mennjadi satu dengan keturunan Rasulullah saw yang lain. (Muhammad al-Qhat’ani, Maulidul Barzanji Tashih wa I’tinâ’, halaman 12). Beliau memiliki nasab yang suci dan luhur, yaitu keturunan Rasulullah saw melalui jalur Sayyid Baqir bin Sayyid Zainal ‘Abidin ibn Sayyidina ‘Ali ra dan Sayyidatina Fatimah az-Zahra binti Rasulillah saw. Menurut Syekh Nawawi Banten, nasab yang dimiliknya akan menjadi penyelamat kelak di akhirat dari siksa neraka dengan segala kesengsaraannya. (Muhammad Nawawi al-Bantani, Madârijus Shu’ûd ilâ  Iktisâ’il Burûd, [Semarang, Thoha Putra], halaman 3). Sayyid Ja’far al-Barzanji tumbuh besar dengan keilmuan. Semua waktu digunakannya untuk mencari ilmu, menghafal Al-Qur’an, dan menghafal hadits sekaligus memahaminya. Dalam catatan sejarahnya, Sayyid Ja’far menghafal Al-Quran 30 Juz kepada Syaikh Ismail al-Yamani dan ditashih kepada Syekh Yusuf al-Asha’idi. Setelah Al-Qur’an dihafalnya, ia mulai belajar ilmu tafsir Al-Qur’an dan hadits). Selanjutnya mempelajari berbagai cabang-cabang ilmu lainnya kepara ulama di Masjid Nabawi. Di antara guru-gurunya ialah Syekh ‘Atha-Allah bin Ahmad al-Azhari, Syekh Abdul Wahab ath-Thanthawi al-Ahmadi, Syekh Ahmad al-‘Asybuli dan ulama besar lainnya. Setelah semua cabang ilmu Islam dipelajari olehnya, ia menjadi ulama yang sangat alim yang diakui keluasan ilmunya oleh berbagai ulama. Setelah perjalanan panjang dan melelahkan dalam menuntut ilmu, Sayyid Ja’far al-Barzanji menjadi mufti (ahli fatwa) mazhab Syafi’iyah di Madinah, yaitu saat usianya mencapai 31 tahun, sebagaimana disampaikan oleh Syekh Muhammad al-Qhat’ani: 
وَعُمْرُهُ إِحْدَى وَثَلَاثِيْنَ عَامًا ثُمَّ صَارَ مُفْتِي الشَّافِعِيَّةِ فِي الْمَدِيْنَةِ الْمُنَوَّرَةِ وَخَطِيْبًا فَقَدْ كَانَ يَخْطُبُ فِي الْمَسْجِدِ النَّبَوِي الشَّرِيْفِ 
Artinya, “Dan pada umur 31 tahun, Sayyid Ja’far al-Barzanji menjadi mufti ulama mazhab Syafi’iyah di kota Madinah al-Munawwarah, dan juga menjadi khatib di Masjid Nabawi yang mulia.” (Al-Qhat’ani, Maulidul Barzanji Tashîh wa I’tinâ’, halaman 12). Sayyid Ja’far al-Barzanji merupakan ulama yang punya suara merdu, tampan rupawan, mulia perilakunya, sangat sopan, tinggi cita-citanya, bersungguh-sungguh ketika membahas ilmu, dapat dipercaya. Karenanya banyak orang meminta pendapat dan fatwa kepadanya karena keluasan ilmunya.   Syekh Abil Fadl Muhammad Khalil bin ‘Ali al-Muradi menyifati Sayyid Ja’far sebagai figur kharismatik yang sangat mulia dan sangat alim, dan satu-satunya ulama luar biasa pada zamannya. Al-Muradi mengatakan:  
 هُوَ الْمُدْنِي الشَّافِعِي الشَّيْخُ الفَاضِلُ العَالِمُ البَارِعُ الأَوْحَدُ المُتَفَنِّنُ مُفَتِي السَّادَةِ الشَّافِعِيَّةِ بِالْمَدِيْنَةِ النَّبَوِيَّةِ. وَكَانَ فَرْدًا مِنْ أَفْرَادِ الْعُصْرِ  
 Artinya, “Ia (Sayyid Ja’far al-Barzanji) adalah ulama Madinah, bermazhab Syafi’i, seorang syekh, orang mulia, alim, orator ulung, satu-satunya yang menguasai berbagai cabang ilmu, mufti para syadah mazhab Syafi’iyah di Madinah an-Nabawiyah. Ia juga menjadi satu-satunya ulama (yang memenuhi kriteria tersebut) pada zamannya.” (Al-Muradi, Silkud Durâr fî A’yânil Qurûnits Tsâni ‘Asyar, [Beirut, Dârul Basyâ-iril Islâmiyyah, cetakan ketiga: 1988], juz I, halaman 293). Kealiman Sayyid Ja’far dapat dilihat dari berbagai karyanya, di antaranya, (1) Mukhtashar Dlau-ul Wahhaj fî Qisshatil Isrâ’ wal Mi’râj, (2) al-Ghusnul Wardi fî Akhbâris Sayyidil Mahdi, (3) Jaliyyatul Karbi bi Akhbâri Ashâbi Sayyidil ‘Ajami wal ‘Arabi, (4) an-Nafhud Darriji fil Fathil Jannati, (5) Ithâful Barâyâ li ‘Iddatil Ghazawâti was Sarâyâ, (6) Idlâ-at Darâri li Irsyâdissari ‘alâ Shahîhil Bukhâri, (7) ar-Raudlul Mi’thâr, (8) al-Bar’ul Ajil bi Ijâbatis Syekh Muhammad Ghafil, (9) al-Janid Dani fî Manâqibis Syekh Abdil Qadîr al-Jîlâni, (10) Iltiqâthuz Zahri min Natâ-ijir Rihlati was Safari, dan (11) ‘Iqdul Jauhar fi Maulidin Nabiyyil Azhar, atau yang lebih dikenal dengan nama Maulid Barzanji. Sekilas Maulid Barzanji Pujian-pujian yang ditulis oleh Sayyid Ja’far al-Barzanji murni atas dasar kecintaannya kepada baginda Nabi Muhammad saw sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan kecintaan umat Islam kepada nabinya. Secara ringkas Maulid Barzanji memiliki paparan sebagai berikut: (1) menjelaskan silsilah keturunan Nabi Muhammad saw sampai pada moyangnya yang bernama ‘Adnan; (2) menjelaskan masa kecil dan kelebihannya saat itu; (3) mengisahkan kisah Nabi Muhammad saw saat ikut berdagang bersama pamannya ke kota Syam ketika berumur 12 tahun; (4) pernikahannya dengan Sayyidah Khadijah ra pada umur 25 tahun; dan (5) pengangkatannya menjadi rasul pada usia 40 tahun, dan dakwah Islamnya sampai umur 62 tahun. Kemudian di akhir tulisan menjelaskan kewafatan Rasulullah saw setelah semua tugasnya selesai secara sempurna. Maulid Barzanji juga menjelaskan beberapa keistimewaan saat kelahiran Nabi Muhammad saw. Di antaranya, ia lahir dalam keadaan langsung bersujud dan dalam keadaan bercelak. Dalam waktu yang sama berbagai simbol-simbol kemusyrikan dihancurkan oleh Allah, seperti hancurnya kerajaan Kisra yang besar, padamnya api sesembahan orang-orang Majusi yang diyakini tidak bisa dipadamkan oleh siapapun selama ribuan tahun. Di saat itu pula, semua hewan dan dan makhluk selain manusia merasakan kemuliaan dan keagungannya. Hal ini ditandai dengan berbuahnya semua pohon-pohon yang tidak pernah berbuah dalam rangka menghormat dan menyambut kelahiran makhluk paling baik dan paling mulia.   Keutamaan Maulid Barzanji Syekh Muhammad Nawawi Banten, dalam kitab Madârijus Shu’ûd mengatakan, Maulid Barzanji laksana media yang mampu menjadi sebab datangnya berbagai kebaikan (sihrul halâl) dan orang yang membacanya akan mendapatkan keridhaan dari Allah swt. (Al-Bantani, Madârijus Shu’ûd, halaman 3).   Syekh Nawawi Banten seolah hendak mengatakan, dengan membaca Maulid Barzanji orang akan mendapatkan keutamaan yang sangat banyak, di antaranya akan digampangkan semua urusannya, sebagaimana sihir, namun Maulid Barzanji seolah sihir yang halal. Jika tujuan membacanya agar terhindar dari penyakit, maka ia akan dijauhkan dari penyakit oleh Allah swt. Tidak hanya itu, dengan membacanya, seseorang akan mendapatkan kehormatan berupa keridhaan dari Allah swt. Cara Bacanya Cara membacanya secara khusus yaitu dengan beberapa tahap sebagai berikut: Pertama, membaca surat al-Fatihah dihadiahkan kepada Rasulullah saw dan Sayyid Ja’far al-Barzanji. Kedua, mengajak orang lain untuk bersama-sama membaca shalawat kepada Rasulullah saw, sekaligus menyampaikan kepada mereka bahwa dengan membaca shalawat oleh Allah akan diberikan ganjaran berupa surga dan segala kenikmatan di dalamnya, dengan membaca bacaan sebagai berikut:
 اَلْجَنَّةُ وَنَعِيْمُهَا سَعْدٌ
 لِمَنْ يُصَلِّي *** وَيُسَلِّمُ وَيُبَارِكُ عَلَيه   
Artinya, “Surga dan segala kenikmatannya merupakan kebahagiaan bagi orang-orang yang bershalawat, mendoakan keselamatan dan keberkahan baginya (Nabi Muhammad saw).” Ketiga, setiap berpindah dari satu bab ke bab lain, sebagaimana tertera dalam Maulid Barzanji, diakhiri dengan membaca bacaan berikut:  
 عَطِّرِ اللهم قَبْرَهُ الكَرِيْم، بِعَرْفٍ شَدِيٍ مِنْ صَلَاةٍ وَتَسْلِيمٍ. اَللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْه   
Artinya, “Ya Allah, berikanlah wewangian pada kuburnya yang mulia, dengan wangian dari shalawat dan salam. Ya Allah, berilah shalawat, salam dan keberkahan kepadanya.” Demikian biografi singkat penyusun, sekilas isi, keutamaan, dan cara baca Maulid Barzanji. Semoga bermanfaat. Wallâhu a’lam bisshawâb.   
Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan, Kokop, Bangkalan.

Sumber: https://islam.nu.or.id/shalawat-wirid/maulid-barzanji-penyusun-keutamaan-dan-cara-bacanya-gIrO8

___
Download NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS)

  Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan, Kokop, Bangkalan.

Sumber: https://islam.nu.or.id/shalawat-wirid/maulid-barzanji-penyusun-keutamaan-dan-cara-bacanya-gIrO8

___
Download NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap! https://nu.or.id/superapp (Android/iOS)



Peringatan Tahun Baru Islam " 1 Muharram 1441H" Masjid Al MUsabbihin

Written By Rudi Yanto on Jumat, 16 Agustus 2019 | 8/16/2019

Peringatan Tahun Baru Islam " 1 Muharram 1441H" DKM Masjid Al-Musabbihin 





Insya Allah Masjid Al Musabbihin akan melaksanakan Peringatan Tahun Baru Islam 1441 H

Pada Tanggal 1 September 2019 / 1 Muharram 1441 H ,
Jam : 08.00 WIB

Penceramah : KH . Abdullah Wong
                         Sekretaris Umum Lesbumi PBNU

Kegiatan Sholat Ied Adha dan Pemotongan Qurban 1440 H di Masjid Al Musabbihin

Kegiatan Sholat Ied Adha  dan Pemotongan Qurban 1440 H di Masjid Al Musabbihin


Alhamdulillah sudah dilaksanakan dengan Lancar, Sholat Ied Adha 1440 H dan Pemotongan Hewan Qurban
Di mana Qurban tahun ini :

Sapi : 4 Ekor
Kambing : 29 Ekor

Harapan kami semoga ditahun depan semakin banyak yang berkurban, dan panitia bisa lebih baik lagi dan optimal.














Ini Enam Tingkat Keimanan Manusia di Hadapan Allah

Written By Rudi Yanto on Jumat, 26 Juli 2019 | 7/26/2019

Ini Enam Tingkat Keimanan Manusia di Hadapan Allah

Hasil gambar untuk tingkatan iman

Iman kepada Allah merupakan rukun iman pertama. Kepercayaan atas keberadaan Allah, sebagai zat yang melebihi segala makhluk-Nya, mengangkat derajat seseorang yang membuat hatinya lapang karena batin orang yang beriman adalah samudera tak bertepi dan cakrawala tak berbatas. Namun, demikian tingkat keimanan seseorang berbeda-beda.

Syekh M Nawawi Banten menyebut lima tingkat keimanan anak Adam. Ia menjelaskan secara rinci sebagai berikut ini:

مراتب الإيمان خمسة

Artinya, “Derajat keimanan ada lima,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], halaman 9).

Pertama, iman taklid. Keimanan ini didasarkan pada ucapan orang lain (ulama biasanya) tanpa memahami dalilnya. Keimanan orang ini sah-sah saja meski ia terbilang bermaksiat karena meninggalkan upaya pencarian dalil sendiri bila ia termasuk orang yang dalam kategori mampu melakukan pencarian dalil.

Kedua, iman ilmu atau ilmul yaqin. Keimanan ini didasarkan pada pemahaman aqidah berikut dalil-dalilnya.

“Orang dengan kategori keimanan pertama dan kedua terhijab dari zat Allah,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], halaman 9).

Ketiga, iman ‘iyan atau ainul yaqin. Dengan keimanan ini seseorang mengetahui Allah (makrifatullah) dengan jalan pengawasan batin. Dengan keimanan ini, Allah tidak ghaib sekejap pun dari mata batinnya. Bahkan “gerak-gerik” Allah selalu hadir di dalam batinnya seakan ia memandang-Nya. Ini maqam muraqabah.

Keempat, iman haq atau haqqul yaqin. Dengan keimanan ini, seseorang memandang Allah melalui batinnya. Ini yang dibilang oleh para ulama bahwa “arif (orang dengan derajat makrifat) memandang Tuhannya pada segala sesuatu.” Ini maqam musyahadah.

“Orang dengan kategori keimanan ini terhijab dari makhluk Allah,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], halaman 9). Dengan demikian, yang tampak padanya hanya Allah belaka.

Kelima, iman hakikat. Dengan keimanan ini, orang menjadi lenyap karena Allah dan dimabuk oleh cinta kepada-Nya. Ia tidak menyaksikan apapun selain Allah. Bahkan ia sendiri tidak menyaksikan dirinya. Seperti tenggelam di laut, ia tidak melihat adanya pantai. Orang ini berada di maqam fana.

Semua keimanan ini mulia di level mana pun itu. Tetapi memang derajat dari semua keimanan itu berbeda di sisi Allah. Hanya saja, kita sebagai manusia biasa tidak perlu menilai tingkat keimanan orang lain karena semua mendapatkan petunjuk dari sumber yang sama, yaitu Allah.

Keimanan dua kategori pertama dapat diupayakan (wilayah ikhtiar manusia). Oleh karena itu, seseorang wajib mendalami keimanan melalui pencarian dalil dan wajib mempelajari sedapat mungkin sifat-sifat Allah.

Sementara keimanan pada tingkatan berikutnya merupakan laduni, wahbi, atau anugerah ilahi yang tidak bisa diikhtiarkan karena didasarkan pada kehendak Allah.

والواجب على الشخص أحد القسمين الأولين أما الثلاثة الآخر فعلوم ربانية يخص بها من يشاء من عباده

Artinya, “Seseorang wajib berada di dua level pertama. Sedangkan tiga level setelah itu adalah ilmu rabbani [anugerah ilahi] yang Allah berikan secara khusus kepada sejumlah hamba-Nya yang dikehendaki,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], halaman 9).

Dari lima tingkatan ini, kita menjadi teringat pada keimanan pada maqam baqa sebagaimana disebutkan oleh Syekh Ibnu Athaillah dalam Al-Hikam-nya. Jadi keimanan seseorang kepada Allah terdapat enam tingkatan.

Keenam, iman pada tingkat maqam baqa. Dengan keimanan ini, seseorang memandang Allah dan makhluk-Nya sekaligus tanpa terkecoh. Dengan keimanan ini, seseorang memandang dua entitas berbeda, yaitu Allah sebagai ujud hakiki dan makhluk-Nya sebagai ujud majazi.

Tingkatan keimanan keenam ini yang disebut juga maqam akmal atau maqam lebih sempurna karena ia tetap menjaga hubungan dengan alam, manusia, hewan, selain menjaga hubungan dengan Allah.

وقد قال أبو بكر الصديق رضي الله عنه لعائشة رضي الله عنها لما نزلت براءتها من الإفك على لسان رسول الله صلى الله عليه و سلم : يا عائشة اشكري رسول الله صلى الله عليه و سلم فقالت : والله لا أشكر إلا الله دلها أبو بكر رضي الله عنه على المقام الأكمل مقام البقاء المقتضي لإثبات الآثار وقد قال الله تعالى أن اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ. وقال صلى الله عليه و سلم لا يشكر الله من لا يشكر الناس. وكانت هي في ذلك الوقت مصطلمة عن شاهدها غائبة عن الآثار فلم تشهد إلا الواحد القهار

Artinya, “Sahabat Abu Bakar al-Ṣiddîq RA memerintahkan Aisyah RA ketika turun ayat pembebasannya dari fitnah melalui lisan Rasulullah, ‘Wahai A‘isyah, sampaikan ucapan terima kasih kepada Rasulullah!” “Demi Allah, aku tidak akan berterima kasih kecuali kepada Allah,’ jawab Aisyah RA. Sahabat Abu Bakar al-Ṣiddîq RA lalu menunjukinya dengan maqam yang lebih sempurna, yaitu maqam baqa yang menuntut ketetapan eksistensi ciptaan-Nya. Allah berfirman, “Bersyukurlah kepada-Ku dan bersyukurlah kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku tempat kembali,” (Surat Luqman ayat 14), Rasulullah SAW bersabda, “Tidak dianggap bersyukur kepada Allah kalau tidak berterima kasih kepada orang lain.” Tentu saja ketika itu Siti Aisyah sedang tercabut dari penglihatannya dan lenyap dari ciptaan-Nya sehingga ia hanya menyaksikan Allah yang maha esa dan maha perkasa.”

Kutipan dari Al-Hikam ini menunjukkan tingkatan keimanan keenam, yaitu maqam baqa. Pada maqam ini, seseorang yang semakin tenggelam dalam fana justru bertambah baqa. Semakin mabuk cinta kepada Allah, orang ini semakin sadar. Semakin mengakui keesaan Allah, orang ini bertambah adab kepada makhluk-Nya. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)

Khutbah Jumat: Keistimewaan Hari Jumat yang Kerap Dilupakan

Khutbah Jumat: Keistimewaan Hari Jumat yang Kerap Dilupakan

disadur dari NU Online

Hasil gambar untuk khutbah jumat

Khutbah I

الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلِ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ، فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,

Hari Jumat tergolong unik dalam Islam. Dari segi penamaan, pilihan nama “Jumat” berbeda dari nama-nama hari lainnya. Kata “Jumat “ Qamus Al-Lughah Al-Arabiyah Al-Ma'ashir dapat dibaca dalam tiga bentuk: Jumu'ahJum'ah, dan Juma'ah, yang berarti berkumpul. Sementara hari-hari lain memiliki makna yang mirip dengan urutan angka hari dalam sepekan: Ahad (hari pertama), Isnain (hari kedua),  tsulatsa (hari ketiga), arbi’a (hari keempat) dan khamis (hari kelima), serta sabt yang berakar kata dari sab’ah (hari ketujuh). 

Pada masa Arab Jahiliyah nama-nama hari terdiri dari Syiyar (Sabtu), Awwal (Ahad), Ahwan (Senin), Jubar (Selasa), Dubar (Rabu), Mu’nis (Kamis), dan ‘Arubah (Jumat). Nama-nama tersebut kemudian diubah dengan datangnya Islam. Rasulullah tidak hanya melakukan revolusi moral tapi juga revolusi bahasa. Kata-kata dianggap kurang tepat dimaknai ulang sehingga sesuai dengan nilai-nilai Islam. Di kalangan masyarakat Arab Jahiliyah, ‘Arubah merupakan momentum untuk menampilkan kepongahan, kebanggaan, berhias, dan semacamnya.

Dalam Islam ‘Arubah berubah menjadi Jumu‘ah yang mengandung arti berkumpul. Tentu saja lebih dari sekadar berkumpul, karena dalam syari’at, Jumat mendapatkan julukan sayyidul ayyâm atau rajanya hari. Dengan kata lain, Jumat menduduki posisi paling utama di antara hari-hari lainnya dalam sepekan. 

Al-Imam al-Syafi’i dan al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Sa’ad bin ‘Ubadah sebuah hadits:

سَيِّدُ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ يَوْمُ الْجُمُعَةِ وَهُوَ أَعْظَمُ مِنْ يَوْمِ النَّحَرِ وَيَوْمُ الْفِطْرِ وَفِيْهِ خَمْسُ خِصَالٍ فِيْهِ خَلَقَ اللهُ آدَمَ وَفِيْهِ أُهْبِطَ مِنَ الْجَنَّةِ إِلَى الْأَرْضِ وَفِيْهِ تُوُفِّيَ وَفِيْهِ سَاعَةٌ لَا يَسْأَلُ الْعَبْدُ فِيْهَا اللهَ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ مَا لَمْ يَسْأَلْ إِثْمًا أَوْ قَطِيْعَةَ رَحِمٍ وَفِيْهِ تَقُوْمُ السَّاعَةُ وَمَا مِنْ مَلَكٍ مُقّرَّبٍ وَلَا سَمَاءٍ وَلَا أَرْضٍ وَلَا رِيْحٍ وَلَا جَبَلٍ وَلَا حَجَرٍ إِلَّا وَهُوَ مُشْفِقٌ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ

“Rajanya hari di sisi Allah adalah hari Jumat. Ia lebih agung dari pada hari raya kurban dan hari raya Fithri. Di dalam Jumat terdapat lima keutamaan. Pada hari Jumat Allah menciptakan Nabi Adam dan mengeluarkannya dari surga ke bumi. Pada hari Jumat pula Nabi Adam wafat. Di dalam hari Jumat terdapat waktu yang tiada seorang hamba meminta sesuatu di dalamnya kecuali Allah mengabulkan permintaannya, selama tidak meminta dosa atau memutus tali shilaturrahim. Hari kiamat juga terjadi di hari Jumat. Tiada Malaikat yang didekatkan di sisi Allah, langit, bumi, angin, gunung dan batu kecuali ia khawatir terjadinya kiamat saat hari Jumat.”

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,

Di antara kita kadang lupa, tak merasakan, keutamaan hari Jumat karena tertimbun oleh rutinitas sehari-hari. Kesibukan yang melingkupi kita tiap hari sering membuat kita lengah sehingga menyamakan hari Jumat tak ubahnya hari-hari biasa lainnya. Padahal, di tiap tahun ada bulan-bulan utama, di tiap bulan ada hari-hari utama, dan di tiap hari ada waktu-waktu utama. Masing-masing keutamaan memiliki kekhususan sehingga menjadi momentum yang sangat baik untuk merenungi diri, berdoa, bermunajat, berdzikir, dan meningkatkan ibadah kepada Allah ﷻ.

Keistimewaan hari Jumat bisa dilihat dari disunnahkannya mandi Jumat. Dalam Al-Hawi Kabir karya al-Mawardi, Imam Syafi’i menjelaskan bahwa kendati shalat Jumat dilaksanakan pada waktu shalat dhuhur, mandi Jumat boleh dilakukan semenjak dini hari, setelah terbit fajar. Mandi adalah simbol kebersihan dan kesucian diri. Setelah mandi, seseorang dianjurkan untuk memakai pakaian terbaik, terutama warna putih, sebelum berangkat menuju shalat Jumat. 

Dalam hal ini, umat Islam diperingatkan untuk menyambut hari istimewa itu dengan kesiapan dan penampilan yang juga istimewa.

Dalam Bidâyatul Hidâyah, Imam Abu Hamid al-Ghazali menyebut hari Jumat sebagai hari raya kaum mukmin (‘îdul mu’minîn). Imam al-Ghazali bahkan menyarankan agar umat Islam mempersiapkan diri menyambut hari Jumat sejak hari Kamis, dimulai dengan mencuci baju, lalu memperbanyak membaca tasbih dan istighfar pada Kamis petang karena saat-saat tersebut sudah memasuki waktu keutamaan hari Jumat. Selanjutnya, kata Imam al-Ghazali, berniatlah puasa hari Jumat sebagai rangkaian dari puasa tiga hari berturut-turut Kamis-Jumat-Sabtu, sebab ada larangan puasa khusus hari Jumat saja.

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,

Hari Jumat juga menjadi semacam konferensi mingguan bagi umat Islam, karena di hari Jumatlah ada shalat berjamaah dan khutbah Jumat. Setiap umat Islam laki-laki yang tak memiliki uzur syar’I wajib ‘ain melaksanakannya. Artinya, lebih dari sebatas berkumpul, Jumat adalah momen konsolidasi persatuan umat sekaligus memupuk ketakwaan melalui nasihat-nasihat positif dari sang khatib. Tentu keutamaan ini bersamaan dengan asumsi bahwa jamaah melaksanakan shalat Jumat dengan kesungguhan penuh, menyimak khutbah secara baik, bukan cuma rutinitas sekali sepekan untuk sekadar menggugurkan kewajiban.

Amalan-amalan utama hari Jumat juga bertebaran. Di antaranya adalah memperbanyak baca shalawat, memperbanyak doa, bersedekah; membaca Surat al-Kahfi, Surat al-Ikhlas, Surat al-Falaq, dan Surat an-Nas, serta ibadah-ibadah lainnya. Masing-masing amalan memiliki fadhilah yang luar biasa. 

Imam as-Suyuthi dalam kitabnya, ‘Amal Yaum wa Lailah, mengatakan:

ويقرأ بعد الجمعة قبل أن يتكلم: الإخلاص والمعوذتين (سبعا سبعا). ويكثر من الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم سوم الجمعة وليلة الجمعة.ويصلى راتبة الجمعة التي بعدها في بيته لا في المسجد. وما ذا يفعل بعدها؟ ويمشى بعدها لزيارة أخ أو عيادة مريض أو حضور جنازة أو عقد نكاح 

“Nabi ﷺ membaca Surat al-Ikhlas, al-Falaq, dan an-Nas usai shalat Jumat sebanyak tujuh kali dan beliau juga memperbanyak shalawat pada hari Jumat dan malamnya. Ia juga mengerjakan shalat sunah setelah shalat Jumat di rumahnya, tidak di masjid. Setalah itu apa yang dilakukan Nabi SAW? Beliau mengunjungi saudaranya, menjenguk orang sakit, menghadiri jenazah (bertakziah), atau menghadiri akad nikah.”

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,

Dengan demikian, umat Islam seolah diajak untuk menjadikan hari Jumat sebagai hari khusus untuk memperbanyak ibadah. Tidak jarang, Jumat dijadikan oleh para ulama untuk mengistirahatkan diri sejenak dari hiruk-pikuk kesibukan duniawi, untuk mengkhususkan diri beramal saleh di hari Jumat. Sebagaimana dilakukan Rasulullah, hari Jumat bukan semata untuk meningkatkan ritual ibadah kepada Allah tapi juga berbuat baik kepada sesama, seperti bersilaturahim, berempati kepada orang yang kena musibah, dan lain-lain. 

Karena itu pula dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Qadla’i dan ibnu Asakir dari Ibnu Abbas disebutkan:

الجمعة حج الفقراء

“Jumat adalah hajinya orang-orang fakir.”

Hadits tersebut adalah penegasan tentang betapa istimewanya hari Jumat dibanding hari-hari biasa lainnya. Karena itu patut bagi kita untuk meluangkan waktu sejenak untuk berkontemplasi (muhasabah), menaikkan kualitas ibadah kepada Allah, memperbaiki hubungan sosial, serta memperbanyak amal-amal sunnah lainnya. Cukuplah enam hari kita sibuk dan larut dalam kesibukan duniawi. Apa salahnya menyisihkan satu hari untuk menyegarkan kondisi rohani kita agar tidak layu, kering, atau bahkan mati. Semoga khatib al-faqir dan jamaah sekalian dapat melaksanakan anjuran ini dengan sungguh-sungguh dan penuh kesadaran diri.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

(Alif Budi Luhur)

 
Contact Support: Twitter | Facebook
Copyright © 2012. AL-MUSABBIHIN - All Rights Reserved
Published by TakadaTapiono Creative