MASJID AL-MUSABBIHIN

MASJID AL-MUSABBIHIN
Sumber Dakwah dan Informasi DKM AL-MUSABBIHIN PERUM KOMPAS INDAH TAMBUN
Latest Post

Sejarah Qurban dari Masa Ke Masa

Written By Rudi Yanto on Sabtu, 12 Oktober 2013 | 10/12/2013



Dasar Hukum Qurban adalah Sunnah Muakkadah (Sunnah yg dianjurkan) bagi yang mampu dan Mau Melaksanakannya. Hikmah dari Qurban yang mesti kita pelajari, karena dengan berkurban berarti kita telah meniru perbuatan baik ummat sebelum Nabi Muhammad saw dan menumbuhkan jiwa sosial serta kebersamaan dalam menegakkan agama Islam dari  Alloh SWT.

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ
Artinya : “Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). “ (QS. Al Hajj : 36)


Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). (Al Hajj: 34).


1. Qurban Di masa Nabi Adam As.

"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (qurban) dari orang-orang yang bertakwa". (Al Maidah: 27).

Allâh memerintah Adam agar mengawinkan Qabil dengan saudara perempuan kembar Habil yang bernama Lubuda yang tidak bagus rupa, dan mengawinkan Habil dengan saudara perempuan kembar Qabil yang bernama Iqlima yang cantik rupa. Pada saat itu Adam dilarang Allâh mengawinkan perempuan kepada saudara laki-lakinya yang kembar. Namun Qabil menolak hal ini, sementara Habil menerima. Qabil ingin kawin dengan saudara perempuan kembarnya sendiri yang cantik rupa. Maka Adam menyuruh kedua anaknya untuk berqurban, siapa yang diterima qurbannya, itu yang menjadi suami bagi saudara perempuan kembar Qabil yang cantik

Kemudian kedua anak Adam itu berqurban, Habîl adalah seorang peternak kambing dan ia berqurban denganKambing Qibas yang berwarna putih, matanya bundar dan bertanduk mulus, dan berqurban dengan jiwa yang bersih. DanQabil adalah tukang bercocok tanam, Ia berqurban dengan makanan yang jelek, dan niat yang tidak baik. Maka diterima qurbannya Habil dan tidak diterima qurbannya Qabil. Dan qurban-qurban itu diletakkan di sebuah gunung dan tanda diterimanya qurban itu ialah dengan datangnya api dari langit lalu membakarnya. Dan ternyata api menyambar Kambing Qibas qurbannyaHabil, sebagai tanda diterima qurbannya. Melihat hal demikian Qabil marah, dan membunuh saudaranya. 

2. Qurban di masa Nabi Idris As.

Disunnahkan kepada kaum Nabi Idris As yang taat kepadanya antara lain; beragama Allâh, bertauhid, ibadah kepada khaliq, membersihkan jiwa dari siksa akhirat dengan cara beramal shalih di dunia, bersifat Zuhud, adil, puasa pada hari yang ditentukan pada tiap bulan, berjihad, berzakat dan sebagainya. Dan bagi kaum Idris ditetapkan hari-hari raya pada waktu-waktu yang tertentu, serta berqurban; di antaranya saat terbenam matahari ke ufuk dan saat melihat hilal. Mereka diperintah berqurban antara lain dengan al-Bakhûr (dupa atau wangi-wangian), al-Dzabâih (sembelihan), al-Rayyâhîn (tumbuhan-tumbuhan yang harum baunya), di antaranya al-Wardu (bunga ros), dan al-hubûb biji-bijian, seperti al-Hinthah (biji gandum), dan juga berqurban dengan al-Fawâkih (buah-buahan), seperti al-‘Inab (buah anggur).

3. Qurban di masa Nabi Nuh As.

sesudah terjadi taufan (banjir) Nûh, Nabi Nûh As membuat tempat yang sengaja dan tertentu untuk meletakkan qurban, yang nantinya qurban tersebut sesudah diletakkan di tempat tadi dibakar.

4. Qurban di masa Nabi Ibrohim As.

Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa usia Ismail sekitar 6 atau 7 tahun. Sejak dilahirkan sampai sebesar itu Nabi Ismail senantiasa menjadi anak kesayangan. Tiba-tiba Allah memberi ujian kepadanya, sebagaimana firman Allah dalam surat Ash-Shaffaat: 102 :

“Maka ketika sampai (pada usia sanggup atau cukup) berusaha, Ibrahim berkata: Hai anakku aku melihat (bermimpi) dalam tidur bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah bagaimana pendapatmu” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Dalam mimpinya, Ibrahim mendapat perintah dari Allah supaya menyembelih putranya Nabi Ismail. Ketika sampai di Mina, Ibrahim menginap dan bermimpi lagi dengan mimpi yang sama. Demikian juga ketika di Arafah, malamnya di Mina, Ibrahim bermimpi lagi dengan mimpi yang tidak berbeda pula. Ibrahim kemudian mengajak putranya, Ismail, berjalan meninggalkan tempat tinggalnya, Mina. Baru saja Ibrahim berjalan meninggalkan rumah, syaitan menggoda Siti Hajar: “Hai Hajar! Apakah benar suamimu yang membawa parang akan menyembelih anakmu Ismail?”. Akhirnya Siti Hajar, sambil berteriak-teriak: “Ya Ibrahim, ya Ibrahim mau diapakan anakku?” Tapi Nabi Ibrahim tetap melaksanakan perintah Allah SWT tersebut.

Setibanya di Jabal Qurban, sekitar 200 meter dari tempat tinggalnya. Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih Ismail. Rencana itu pun berubah drastis, sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam surat Ash-Shaffaat ayat 103-107:

“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah kesabaran keduanya. Dan Kami panggillah Dia: "Hai Ibrohim, “Kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang yang berbuat baik”. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar “.

5. Qurban di masa Nabi Musa As.

Penyembelihan qurban berlaku hingga zaman Nabi Musa As. Nabi Musa membagi binatang yang disediakan untuk qurban kepada dua bagian, sebagian dilepaskan saja dan dibiarkan berkeliaran sesudah di beri tanda yang diperlukan. Dan sebagian lagi disembelih. 

6. Qurban Bani Isroil.

Ummat dulu sebelum kita, jika seorang dari mereka berqurban, orang-orang keluar menyaksikan apakah qurban mereka itu diterima atau tidak. Jika diterima datang api putih (Baidhâ`u) dari langit membakar apa yang diqurbankan. Jika qurbannya tidak diterima, api itu tidak muncul. Dan rupa api itu Lâ dukhâna lahâ wa lahâ dawiyun (api yang tidak berasap dan berbunyi). Dan bila seorang laki-laki dari mereka (Bani Isrâ’îl) bershadaqah, jika diterima turun api dari langit, lalu membakar apa yang mereka sodaqohkan.

7. Qurban di masa Nabi zakaria As dan Nabi Yahya As.

Nabi Zakaria As dan Nabi Yahya As adalah di antara nabi dan rosul dari Bani Isroil, pada keduanya ada qurban. Dan qurbannya adalah binatang dan Amti'atun (barang-barang) lalu di bakar api.

8. Qurban Pada Bangsa Yahudi dan Nashrani

Bangsa Yahudi merupakan sebagian dari bani Isrâ’îl. Sementara Bani Isrâ’îl adalah keturunan Nabi Ya’qub As. Nabi Ya’kub bergelar, Isrâ’îl. Pada bangsa Yahudi terdapat qurban yang biasa mereka lakukan demikian juga pada bangsa Nashrani. Qurban pada bangsa Yahudi dan bangsa Nashrani, yaitu melakukan pengurbanan dengan membakar sebagai sesaji yang bertujuan mengingat-ingat kesalahan, yaitu dengan menyembelih sapi dan kambing jantan yang mulus, tidak cacat. Dengan menghidangkan: tepung, minyak dan susu. Qurban karena adanya ketentraman, sebagai rasa syukur kepada al-Rabb . Qurban pada bangsa Nashrani, antara lain: Persembahan missa seorang Kahin berupa roti dan arak. Yang menurut keyakinan pada mereka hakekatnya, roti dan arak yang mereka qurbankan ditukar dengan daging dan darah al-Masih.

9. Qurban Pada Bangsa Arab Jahilliyah.

Bangsa Arab Jahiliyah juga suka berqurban. Qurban mereka dipersembahkan untuk berhala-berhala yang mereka sembah. Qurbannya ada binatang yang disembelih untuk berhala, dan ada binatang yang dilepas bebas berkeliaran, juga untuk berhala.

Cara qurban Arab Jahiliyah, yaitu mereka jika menyembelih binatang qurban, seperti unta, mereka percikan daging dan darahnya pada al-baet (ka’bah).

Arab Jahili jika mereka menyembelih binatang, memercikan darahnya pada permukaan ka’bah, dan memotong-motong dagingnya lalu mereka simpan di atas batu.

Selain qurban yang disembelih, juga ada qurban Jahiliyah yang dilepas untuk sembahan mereka, yaitu Bahîrah, sâibah, washîlah, hâm.

* Bahîrah, ialah unta betina yang telah beranak lima kali, dibebaskan, tidak boleh di ganggu. Jika anak yang kelima jantan, mereka sembelih dan boleh dimakan baik oleh laki-laki atau perempuan. Jika Betina dibelah telinganya, dan hanya dapat diambil manfaatnya oleh laki-laki, tidak boleh oleh wanita. Jika betina itu mati, halal, baik bagi laki-laki atau wanita.

* Sâibah, yaitu unta jantan yang dilepas tidak boleh diganggu karena dipakai nazar pada Thaugut-thaugut mereka. Orang Arab Jahiliyyah jika mereka sakit atau sesuatu yang hilang kembali lagi, mereka jadikan unta jantan saibah ini sebagai qurban.

* Washîlah, ialah domba betina jika melahirkan betina, mereka makan. Jika lahir jantan dipersembahkan buat Tuhan mereka. Jika kembar, mereka tidak menyembelih yang jantan karena buat Tuhan mereka. 

* Hâm, ialah unta jantan yang telah dapat membuntingkan unta betina 10 kali, tidak boleh diganggu-gugat lagi, untuk Tuhan mereka. 

Sembelihan Jahiliyyah itu terbagi tiga:

1. Untuk mendekatkan diri kepada sesuatu yang dipuja. Sembelihan untuk maksud ini dibakar, mereka ambil kulitnya saja, dan mereka berikan kepada Kahin (dukun).

2. Untuk meminta ampun. Untuk maksud ini, dibakar separuh, dan separuhnya lagi diberikan kepada kahin (dukun).

3. Untuk memohon keselamatan. Untuk maksud ini mereka makan.

10. Qurban Abdul Muthalib (Kakek Nabi SAW).

Pada waktu Ayah Nabi, Abdullah bin Abdul Muthalib, belum dilahirkan. Abdul Muthalib pernah bernazar kepada berhalanya, bahwa jika anaknya laki-laki sudah ada sepuluh orang , maka salah seorang dari mereka akan dijadikan qurban di muka berhala yang ada di sisi Ka'bah yang biasa di puja oleh bangsawan Quraisy. Oleh sebab itu, setelah istri Abdul Muthalib melahirkan anak laki-laki maka mereka itu genaplah sepuluh orang.

Abdul Muthalib bermimpi pada suatu malam ada suara yang memanggil, yang ia tidak mengerti maknanya, yaitu, Ihfir Thayyibah!, lalu pada malam kedua bermimpi lagi, Ihfir Barrah!, berikutnya bermimpi, Ihfir Madhmûnah! dan malam keempat suara dalam mimpinya yaitu, Ihfir Zamzam!. Setelah itu baru ia mengerti dan bermaksud untuk melaksanakan mimpinya itu.

Sebelum pelaksanaan qurban itu, Abdul Muthalib mengumpulkan semua anak laki-lakinya dan mengadakan undian. Pada saat itu undian telah jatuh pada diri Abdullah. Padahal Abdullah itu seorang anak yang paling muda, yang paling bagus rupanya, dan yang paling dicintainya. Tetapi apa boleh buat, undian jatuh kepadanya, dan Abdullah menurut saja apa yang menjadi kehendak ayahnya.

Seketika tersiar kabar di seluruh kota Mekkah, bahwa Abdul Muthalib akan mengurbankan anaknya yang paling muda. Namun ketika itu orang-orang quraisy menolak dan menghalanginya. Hingga mereka mendatangi seorang al-‘Arâfat yaitu kahin di Yatsrib. Kahin Yatsrib menghukumi mereka supaya mengundi antara Abdullah dengan unta. Bila keluar unta, maka sembelih unta. Jika yang keluar Abdullah maka setiap kali keluar diganti dengan 10 ekor unta. Lalu mereka kembali ke Makkah, dan melakukan undian antara Abdullah dengan 10 ekor unta. Undian pertama keluar Abdullah, lalu diganti dengan 10 ekor unta. Hal ini berulang sampai undian yang kesembilan yang keluar Abdullah, baru yang kesepuluh keluar unta. Maka Abdul Muthalib mengganti Abdullah dengan 100 ekor unta untuk berqurban. Dan dengan demikian Abdullah urung untuk dijadikan qurban oleh ayahnya.

Dengan adanya peristiwa itu. Maka Nabi SAW setelah beberapa tahun lamanya menjadi rosul pernah bersabda,'Aku anak laki-laki dari dua orang yang di sembelih "Ibnu Dzabihain"."


11. Qurban Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW melakukan qurban pada waktu Haji Wada di Mina setelah solat Iedul Adha. Beliau menyembelih 100 ekor unta, 70 ekor di sembelih dengan tangannya sendiri dan 30 ekor di sembelih oleh Sayyidina Ali Ra.

"Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam Keadaan berdiri (dan telah terikat). kemudian apabila telah roboh (mati), Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, Mudah-mudahan kamu bersyukur." (Al Hajj:36).

Ayat ini menjelaskan binatang yang dijadikan qurban, tujuan qurban, cara menyembelih hewan qurban, kapan memakan daging qurban, siapa yang dapat memakan daging qurban. Binatang qurban, yaitu al-Budnu, dalam bahasa ialah nama yang khusus bagi unta. Sedangkan sapi dipandang sama menempati tempat unta dalam hukumnya karena Nabi Saw berkata, "Unta dijadikan dalam tujuh (bentuk) dan sapi merupakan bagian dari ketujuh bentuk itu."

WaAllhu A'lam bi showab.


Dari berbagai sumber.

Hikmah Berkurban



Agar Hidup Kita terhindar dari pengaruh syaitan yang terkutuk, sehingga kita Selamat dunia dan akhirat. Kalau kita mempunyai kemampuan untuk berkurban maka laksanakanlah.

Ibadah kurban sangat kaya akan pelajaran atau ‘itibar bagi umat Islam, antara lain:

  1. Al-Ikhlaasu Fil-‘Amal.Ibadah kurban merupakan pendidikan keikhlasan dalam beramal. Niat kurban itu hanya untuk dan demi menuju ridha Allah semata (Taujiihul ‘Ibaadah Libtighaai Mardhootillaah). Tidak boleh disertai kepentingan lain, selain lillahi rabbil’alamin. Syi’ar kurban bukan ajang pamer kekayaan dan kemewahan, melainkan kebanggaan dan keunggulan beribadah yang ditujukan hanya untuk Allah Yang Maha Kaya, sebagaimana bunyi do’a: “Warzuqnaa wa anta khairur-raaziqiin,” Ya Allah, beri kami rezeki, sebab Engkau adalah sebaik-baik Pemberi Rezeki.” (QS. Al-Maidah: 114). Allah ingin menanamkan pembelajaran motivasi pada kita semua, agar melepaskan baju kepentingan apapun, di luar kepentingan Tauhidullah semata. Dan ini tercermin dalam do’a kurban:”Bismillaahi Walloohu Akbar, Alloohumma minka walaka,Alloohumma Taqobbal Minnii.”(Dengan nama Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah! Ini dari-Mu dan hanya untuk-Mu. Ya Allah! Terimalah kurban ini dariku).” Seorang Muslim yang berkurban pada setiap tahunnya berarti ia telah melakukan sebuah latihan beramal yang diliputi oleh rasa ikhlas. Ikhlas dalam beramal merupakan salah satu kunci dalam beribadah kurban, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim. Teladan Nabi Ibrahim adalah merupakan sebuah contoh yang sangat monumental yang patut ditiru oleh generasi Muslim sepanjang zaman. Perjuangan dan pengorbanan Nabi Ibrahim serta anak beliau Nabi Ismail yang berjuang menaklukkan godaan syaitan. Syaitan membujuk mereka supaya mengurungkan perintah Allah dengan tidak perlu menyembelih putera tersayang Ismail yang remaja belia yang diharapkan menjadi pengganti dan penerus cita-cita menegakkan dan mendakwahkan kalimat tauhid yang menjadi inti aqidah Islam.Kalau bukan karena kecintaan Allah SWT dan keyakinan yang mendalam atas keagungan dan kebesaran serta rahmatNya, maka mustahil seseorang mampu mengorbankan sesuatu yang berharga yang merupakan milik satu-satuya yang dimilikinya. Inilah puncak kecintaan dan ketulusan kepada Allah, yang sekaligus merupakan bukti nyata Nabi Ibrahim a.s yang telah benar-benar lulus menghadapi ujian yang sangat serius dari Allah. Kenyataan ini menjadi contoh teladan yang baik sekali bagi manusia dan kemanusiaan yang secara fitrah manusia itu cenderung kepada penghambaan diri hanya kepada Allah, yang dimanifestasikan dalam bentuk ibadah. Karena untuk kepentingan beribadah itulah manusia itu diciptakan oleh Allah. Dan dengan jiwa keibadahan itulah manusia mampu mencapai kesucian jiwa.
  2. Al-Ihsaan Fil-Udlhiyyah. Dalam praktek penyembelihan kurban ini ada tujuan ihsan, antara lain dengan menyayangi binatang, seperti dalam hadits Syaddab bin Aus Al Anshari ra, Shahih Muslim (3:1548), Nabi SAW menyuruh untuk berlaku ihsan terhadap semua makhluk Allah, yang hidup maupun yang sudah mati, manusia maupun binatang. Penyembelih atau tukang potong tidak boleh menakut-nakuti hewan sembelihan, pisaunya harus tajam, tidak boleh menyakiti hewan kurban dengan mengambil sebagian dari dagingnya sebelum disembelih, sembelihlah binatang itu dengan baik.
  3. Idzhaarul Manaafi’ Duniawiyyah wal Ukhrawiyyah,yakni tujuan menampakkan manfaat duniawi dan ukhrawi dari inti-inti ajaran Islam, seperti tujuan kesehatan pada menyedekahkan dagingnya, tujuan ekonomi pada pembelian hewan, tujuan budaya pada kedatangannya setiap tahun, tujuan sosial pada berhimpunnya banyak jama’ah saat penyembelihan dan pembagian dagingnya, dan sebagainya. Dalam kurban, nilai-nilai solidaritas sosial betul-betul nampak. Setiap insan harus saling mengasihi dan menyayangi, peduli terhadap orang lain, dan membantu orang-orang yang tidak mampu. Manusia adalah makhluk zon politicon, yaitu makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, ia membutuhkan bantuan orang lain.Dengan berkurban berarti kita sudah peduli dengan lingkungan sekitar kita, khususnya bagi mereka yang hampir sepanjang tahunnya tidak mampu menikmati daging, karena tergolong fakir atau miskin. Berkurban berarti ikut membantu beban penderitaan orang lain yang lagi kesusahan. Mungkin saatnyalah kita senantiasa berempati kepada sesama agar hidup ini penuh berkah dan berarti bagi diri sendiri, orang lain dan tentunya bagi Allah SWT.
  4. Al-Quwwatu Fil-‘Aqiidah.Dengan menyembelih hewan kurban, kita diingatkan untuk selalu menyebut asma Allah sambil mengenang jejak sejarah anak Nabi Adam dan napak tilas nilai perjuangan dan pengorbanan Nabi Ibrahim dengan isteri dan anaknya, sekaligus nilai sejarah Masy’aril Haram dari ‘Arafah, Mudzdalifah, Mina dan tempat bersejarah lainnya. Dengan senantiasa menyebut nama Allah, keyakinan kita terhadap-Nya semakin kuat. Dimana dan kapan pun berada, kita selalu mengingat-NyA.
  5. Al-Idzhaabu Shifaati Hayawaan.Kurban mendidik manusia untuk menghilangkan sifat-sifat kebinatangan, seperti rakus, tamak, dan lain-lain. Di samping itu, pekerjaan atau profesi yang menjurus kepada kemaksiatan sehingga pelakunya sering dipanggil dengan idiom-idiom atau jargon-jargon binatang harus dihindari. Penyebutan panggilan tersebut contohnya: lelaki hidung belang (sebutan bagi lelaki yang suka berzina), kupu-kupu malam (sebutan bagi perempuan pelacur/pezina), lintah darat (sebutan bagi para rentenir), buaya darat (sebutan bagi lelaki/perempuan gombal yang suka berbohong/berdusta/bersilat lidah),tikus-tikus kantor (sebutan bagi orang yang suka korupsi). Sebutan-sebutan tersebut identik dengan dosa dan kemaksiatan, maka wajib bagi umat Islam untuk menjauhinya.
  6. Idzhaaruut Taqwa Ilallooh.Kurban merupakan perwujudan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Implementasi dari rasa dan sikap umat untuk mengerjakan perintah-Nya. Firman-Nya dalam SuratAl-Hajj ayat 37: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Bolehkah Orang Yang Qurban Ikut Makan Dagingnya?

kambing-qurban

Qurban merupakan bagian dari sya­ri’at Islam dan sudah ada semenjak manusia ada, yakni ketika putra-putra Nabi Adam AS diperintahkan berqurban. Maka Allah SWT menerima qurban yang baik dan diiringi ketaqwaan dan menolak qurban yang buruk.
Disyari’atkannya qurban merupakan simbol pengorbanan hamba kepada Allah SWT, bentuk ketaatan kepada-Nya, dan rasa syukur atas nikmat kehidupan yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya.
Qurban dalam istilah fiqih disebut udhhiyyah. Hukumnya menurut jumhur ulama adalah sunnah muakkadah (sun­nah yang sangat ditekankan), sedangkan menurut Madzhab Hanafi hukumnya wa­jib. Hukumnya yang sunnah tersebut tidak akan menjadi wajib kecuali jika dinadzar­kan. Kata udhhiyyah sendiri berasal dari kata dhahwah, yaitu datangnya waktu siang sesudah terbit matahari. Dinama­kan demikian karena permulaan waktu udhhiyyah adalah setelah terbit matahari dan setelah dilakukan shalat dua rakaat dan dua khutbah yang ringan pada hari nahar atau ‘Idul Adha, yaitu hari kese­puluh bulan Dzulhijjah. Dan waktu berqurban terus berlanjut hingga tanggal 11, 12, dan 13 bulan tersebut yang di­sebut hari-hari tasyriq. Waktu udhhiyyah habis bersamaan dengan terbenamnya matahari di hari tasyriq ketiga, yaitu hari ke-13 bulan Dzulhijjah.
Sedangkan makna udhhiyyah me­nurut istilah adalah na’am (hewan ternak) yang terdiri dari kambing, unta, kerbau, atau sapi, yang disembelih pada hari Idul Adha dan hari-hari tasyriq, sebagai ta­qarrub atau upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dari makna udhhiyah atau qurban ini dapatlah kita katakan, hakikat qurban itu terdiri dari tiga perkara. Pertama, yang disembelih adalah hewan na‘am (hewan ternak), yaitu kambing, unta, sapi, atau kerbau. Kedua, disembelihnya pada hari ‘Idul Adha dan hari-hari tasyriq. Ketiga, dilakukan sebagai taqarrub kepada Allah SWT.
Di dalam surah Al-Kautsar ayat 1-2 disebutkan, yang artinya, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nik­mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah.”
Pada hadits yang diriwayatkan dari Aisyah RA disebutkan, Nabi SAW ber­sab­da, “Tidaklah anak Adam melakukan suatu perbuatan pada hari nahar (hari ‘Idul Adha) yang lebih disukai Allah daripada menumpahkan darah, yakni menyembelih qurban. Sesungguhnya qurbannya itu akan datang pada hari Kiamat bersama semua tanduknya, kuku­nya, dan bulu-bulunya. Dan sesung­guh­nya darahnya itu jatuh di sisi Allah di suatu tempat sebelum jatuh ke bumi. Maka me­rasa nyamanlah engkau dengan qurban-qurban itu.” (HR Ibn Majah dan At-Tirmidzi).
Sedangkan dalam hadits yang diri­wayat­kan dari Zaid bin Arqam disebutkan,
“Aku pernah berkata atau mereka pernah berkata, ‘Wahai Rasulullah, apa sebenar­nya qurban-qurban ini?’
Beliau menjawab, ‘Ia merupakan sun­nah bapak (nenek moyang) kalian, Ibra­him.’
Mereka bertanya lagi, ‘Apa yang kami dapat darinya?’
Beliau menjawab, ‘Tiap helai rambut­nya merupakan satu kebaikan.’
Mereka bertanya lagi, ‘Bagaimana dengan  bulu halusnya?’
Beliau menjawab, ‘Tiap rambut dari bulu halusnya juga satu kebaikan’.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).
Karena hukum melakukannya sun­nah muakkadah, makruh apabila keluar­ga yang mampu meninggalkannya (tidak melakukannya). Dalam hadits yang diri­wayatkan dari Abu Hurairah RA disebut­kan, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa mampu namun ia tidak melakukan qurban, janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).
Bagi mereka yang akan melakukan­nya, disunnahkan untuk tidak memotong kuku dan rambutnya sejak masuk tanggal 1 Dzulhijah, sebagaimana hadits yang diriwayatkan Ummu Salamah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila kalian telah melihat bulan baru (awal bulan) dari bulan Dzulhijah, dan salah seorang di antara kalian berkehendak menyembelih qurban, hendaklah ia me­nahan dirinya dari memotong rambutnya dan kukunya.” (HR Al-Jama`ah kecuali Al-Bukhari).
Sekurang-kurangnya qurban untuk se­orang adalah seekor kambing yang ti­dak cacat. Sedangkan unta, kerbau, atau sapi, dapat untuk tujuh orang.
Untuk qurban yang wajib dengan se­bab nadzar, wajib disedekahkan daging mentah dari seluruh bagian hewan qur­ban itu —termasuk kulit dan tanduknya — kepada orang-orang fakir.
Adapun qurban yang sifatnya tathawwu’ atau sunnah, bolehlah dimakan sebagiannya oleh orang yang berqurban dan keluar­ganya. Dalam sebuah hadits dikatakan, “Jika di antara kalian berqurban, makan­lah sebagian qurbannya.” (HR Ahmad).
Sedangkan sebagian dagingnya yang mentah disedekahkan kepada orang-orang faqir, dan sebagiannya dihadiah­kan atau diberikan makan kepada orang-orang kaya dan para tetangga. Karena, yang wajib disedekahkan dari qurban yang sunnah itu adalah sebagian daging­nya yang mentah walaupun sedikit.
Yang juga penting untuk diingat, sel­uruh bagian dari hewan qurban tidak bo­leh diperjualbelikan oleh yang berqurban. Ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Qatadah bin Nu‘man, Rasulullah SAW bersabda, “Makanlah oleh kalian (daging qurban) dan sedekahkanlah, dan nikmatilah pula kulitnya, tetapi janganlah kalian memperjualbelikannya.” (HR Ahmad).
Jadi, jika seseorang berqurban yang sunnah, ia atau keluarganya boleh makan sebagian daging qurban itu, bahkan sun­nah. Maka tidak perlu ada ulama yang melarang, bahkan tidak boleh melarang hal demikian. Namun jika qurban yang dilakukan adalah qurban wajib, misalnya karena dinadzarkan, ia dan keluarganya tak boleh makan sedikit pun dari daging hewan qurban itu.
Sumber : Majalah Alkisah


Simak di: http://www.sarkub.com/2013/bolehkah-orang-yang-qurban-ikut-makan-dagingnya/#ixzz2hTIDiZsW
Salam Aswaja by Tim Menyan United
Follow us: @T_sarkubiyah on Twitter | Sarkub.Center on Facebook
 
Contact Support: Twitter | Facebook
Copyright © 2012. AL-MUSABBIHIN - All Rights Reserved
Published by TakadaTapiono Creative