MASJID AL-MUSABBIHIN

MASJID AL-MUSABBIHIN
Sumber Dakwah dan Informasi DKM AL-MUSABBIHIN PERUM KOMPAS INDAH TAMBUN
Latest Post

MENJAWAB SYUBHAT-SYUBHAT TENTANG MAULID NABI

Written By Rudi Yanto on Rabu, 23 Desember 2015 | 12/23/2015

disadur dari : https://generasisalaf.wordpress.com/2015/12/23/menjawab-syubhat-syubhat-tentang-maulid-nabi/#more-9074

Hoax Larangan
Oleh : KH. Bakhtiar,M.Rum,Lc.MA
1. Syubhat pertama:
Maulid Nabi tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tidak juga sahabat serta tabiin. Kalau sekiranya maulid itu satu kebaikan tentu mereka lebih dahulu mengerjakannya di banding kita!!
Jawab:
قصة مشابهة :
قال أبوبكر لعمر- رضي الله عنهما – عندما استشاره في أمر جمع القرآن ، : كَيْفَ أَفْعَلُ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟»
فَقَالَ عُمَرُ: هُوَ وَاللَّهِ خَيْرٌ.
صحيح البخاري ، باب لقد جاءكم رسول من أنفسكم -.
Abu bakar RA berkata kepada Umar bin Khattab RA ketika mereka bermusyawarah terkait boleh atau tidak al-Qur’an disatukan dalam satu mushaf. Abu Bakar berkata, bagaimana aku melakukan sesuatu yg Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak pernah mengerjakannya. Umar menjawab : Demi allah ini ( mengumpulkan al-Quran menjadi satu) pekerjaan yg baik.
Shahih Bukhari bab : لقد جاءكم رسول من انفسكم
Istinbath hukum dari riwayat di atas: Bahwa setiap kebaikan dianjurkan, meskipun Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak melakukan apalagi para sahabat dan tabiin.
2. Syubhat kedua:
Perayaan maulid Nabi, mengurangi kemulian Nabi shallallahu alaihi wasallam, karena hanya mengingatnya pada satu hari tertentu saja tidak di hari-hari yg lain.
Jawab:
Kita tidak mengkhususkan pujian pujian terhadap Nabi shallallahu alaihi wasallam pada hari lahirnya saja. Malah kita menambah pujian pujian terhadapnya pada hari tsb. Bukankah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengkhususkan tambahan rasa syukur pada hari kelahirannya dengan puasa sunnah di hari Senin ? ( Shahih Muslim no ( 1162).
Maka apakah kita mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam hanya membatasi rasa syukur terkait hari kelahirannya pada hari tertentu, atau sebaliknya kita mengatakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menambah rasa syukurnya pada hari itu??.
Kemudian bagaimana kita menjawab tentang puasa ‘Asyura sebagai tanda syukur Nabi Musa dari kejaran Firaun? Apakah maknanya membatasi syukur atau malah bertambah rasa syukurnya??
3. Syubhat ketiga:
Bagaimana mungkin kita merayakan hari kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam tanggal 12 Rabiul Awal sementara hari yg sama juga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diwafatkan?
Jawaban ringkasnya:
Kesamaan hari lahir dan hari wafat tidak mengurangi keutamaan hari kelahiran.
Berdasarkan hadits dalam Sunan Nasa’i (no : 1374) Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda :
إن من أفضل أيامكم يوم الجمعة فيه خلق آدم عليه السلام ، وفيه قبض”
Sesungguhnya diantara hari yg paling utama adalah hari Jum’at , hari itu Nabi Adam diciptakan dan diwafatkan .
Meskipun hari Jum’at adalah hari yg sama antara hari lahir dan hari wafat Nabi Adam tapi tidak mengurangi keutamannnya.
4. Syubhat keempat:
Sekiranya perayaan maulid ini baik tentu sudah di lakukan Nabi shallallahu alaihi wasallam. Apakah kalian mencintai Nabi shallallahu alaihi wasallam melebihi sahabat nya ? Padahal tidak satupun sahabat melakukan maulid.?!
Jawaban ringkas:
1. Ada sebuah riwayat shahih:
عن عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ :
” مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم سَبَّحَ سُبْحَةَ الضُّحَى وَإِنِّي لأُسَبِّحُهَا ( أي أصليها )
Dari Aisyah RA, beliau berkata : Saya tidak pernah melihat Nabi shallallahu alaihi wasallam mengerjakan shalat dhuha , tapi saya tetap mengerjakannya.
Kenapa tidak di katakan kepada Aisyah RA : Kenapa kamu tetap mengerjakan dhuha sementara kamu mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak mengerjakannya .?! Kalau sekiranya dhuha itu baik tentu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengerjakannya .!( انظر صحيح البخاري، باب من لم يصل الضحى ورآه واسعا رقم 1177)
2. Imam Syafii berkata:
Saya melihat di depan pintu rumah Imam Malik sekumpulan kuda Khurasan dan bighal Mesir. Saya berkata: Alangkah bagusnya hewan-hewan ini!! Imam Malik berkata: Ini hadiah untuk mu. Saya berkata: Tidak … ini untuk mu saja, bisa dipakai sebagai tunggangan sehari hari. Imam Malik menjawab: Saya malu kepada Allah berjalan di tanah Nabi shallallahu alaihi wasallam ini ( kota Madinah) dengan telapak kuda.
Dalam kisah ini Imam Syafii tidak berkata kepada Imam Malik: Engkau mencintai Nabi shallallahu alaihi wasallam melebihi sahabatnya. Sementara mereka mencintai Nabi shallallahu alaihi wasallam tapi tetap berkendaraan kuda. Apakah mereka semua lupa sementara engkau ingat?? (- انظر ترتيب المدارك 2-53 )
3. Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata:
Saya pernah mendengar Ibnu Taimiyah berkata: Siapa yg membiasakan dzikir : يا حي يا قيوم لا إله إلا أنت setiap hari 40 kali antara qabliyah subuh dan shalat subuh maka Allah subhanahu wata’ala akan hidupkan hatinya.
Imam Ibnu Taimiyah melakukan sesuatu yg tidak ada riwayat dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, juga tidak sahabatnya. Kenapa kita tidak pernah mendengar kicauan mereka yg mengingkarinya?? Kenapa mereka tidak berkata: Kalau sekira itu suatu kebaikan tentu didahului Rasulullah dan para sahabat melakukannya? Apakah mereka lupa sementara kalian ingat?( – انظر مدارج السالكين 3-264).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ulama yg selalu menjadi rujukan “kelompok yang membid’ahkan Maulid Nabi” dalam kitabnya : اقتضاء الصراط المستقيم مخالفة اصحاب الجحيم juz’ 2 halaman 126 menganjurkan perayaan Maulid Nabi. Bagi siapa yg melakukannya dengan niat mengagungkan Rasulullah SAW insyaallah dapat pahala yg besar.
Kenapa mereka tidak mengatakan Syaikhul Islam sebagai pelaku bid’ah??
Sebagaimana mereka membid’ahkan yg Maulid?
Saya coba artikan nash yang tertera di kitab اقتضاء:

“Maka merayakan Maulid Nabi dan menjadikannya kegiatan rutin tahunan, dilakukan sebagian kalangan. Insyaallah mendatangkan pahala besar karena baik niat dan maksudnya, apalagi karena mengagungkan Rasulullah SAW. Sebagaimana yang telah saya katakan bahwa maulidan adalah amalan yg baik bagi sebagian kalangan.”
Ibnu Taimiyah menganjurkan perayaan Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sependapat dengan para ulama besar lainnya dari kalangan ahli hadits.
Source: scc-kepri.com

Jangan Jadikan Bid’ah sebagai Alasan Perpecahan Ummat

Written By Rudi Yanto on Jumat, 11 September 2015 | 9/11/2015



Khutbah Jum’at
Oleh: Ustdz. Aris Habibuddin Syah, S.Hi
(Ruteng-Flores-NTT)
الحمد لله الحمد لله نحمده و نستعينه و نستغفره و نتوب إليه, و نعوذ بالله من شرور أنفسنا و من سيئات أعمالنا, من يهده الله فلا مضل له و من يضلل فلا هادي له, و أشهد أن لا إله الا الله وحده لا شريك له و أشهد أن محمد عبده و رسوله لا نبي بعده, اللهم صلي و سلم و بارك علي سيدنا و نبينا محمد سيد المرسلين و إمام المتقين و خاتم النبيين و علي أله الطاهرين و أصحابه الطيبين الطاهرين و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين, أما بعد فيا عباد الله أصيكم و اياي بتقوالله و قد فاز المتقون, اتقوا الله حق تقاته و لا تموتن الا و أنتم مسلمون. قال الله تعالي في القرأن الكريم..أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسم الله الر حمن الرحيم. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً.
Ma’asyirol muslimin jamaah jumah rahimakumullah…
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kita nikmat Iman dan Islam sehingga berkat hidayah ‘inayah serta taufiq Nya hingga saat ini kita selalu dapat menjalankan syariat-syariat yang telah digariskan olehNya salah satunya dengan menjalankan ibadah wajib berupa sholat jum’at yang sedang kita laksanakan saat ini.
Sholawat ma’as salam sudah seharusnya tak henti-hentinya kita haturkan ke haribaan junjungan kita, Pamungkas para Nabi dan Rasul sekaligus pemberi syafaat kepada ummatnya di hari kiamat nanti, Rasulullah Muhammad SAW. Semoga kita termasuk di dalam golongan orang-orang yang akan mendapat syafaat beliau. Amin yaa robbal alamin.
Selanjutnya untuk mengawali khutbah singkat izinkan khotib berwasiat kepada diri khotib khususnya dan kepada hadirin jamaah sholat jum’ah umumnya untuk selalu bertaqwa dan meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan sebenar-benar taqwa, dengan melaksanakan segala perintah Allah dengan ikhlas sekaligus menjauhi segala yang tidak disukai oleh Allah serta meninggalkan segala seusuatu yang dilarang oleh Allah SWT, seraya berharap kita dapat mengakhiri hidup yang hanya sementara ini dengan husnul khotimah.
Ma’asyirol muslimin jamaah jumah rahimakumullah…
Akhir-akhir ini kaum muslimin dihadapkan dengan sebuah ujian berat berupa ancaman perpecahan mengatasnamakan perbedaan aliran, syariat, bahkan perbedaan aqidah. Sadar atau tidak sadar, hal ini sudah seharusnya kita hindari, karena jika kita terlena terhadap perbedaan-perbedaan tersebut maka umat muslim sendiri lah yang akan menanggung segala akibatnya, dan akan semakin membuat musuh-musuh Islam tertawa dan berpesta serta semakin memojokkan posisi kaum muslimin.Perbedaan-perbedaan tersebut semakin hari kian meruncingkan masalah dengan saling mempersalahkan satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh ada suatu golongan yang mencibir amaliah golongan lain dengan menganggap apa yang tidak sesuai dengan yang mereka kerjakan serta mereka yakini adalah sebuah perbuatan bid’ah yang ganjarannya adalah neraka. Lebih parahnya lagi mereka yang mencibir tidaklah sepenuhnya memahami apa yang mereka pedomani. Mereka bahkan tidak mau menerima argument dari golongan lain serta menganggap paham mereka lah yang paling benar. Oleh karenanya dalam kesempatan yang singkat ini khotib akan sedikit mengulas tentang fasal bid’ah berserta dasar-dasar hokum yang berkaitan dengan bid’ah, khotib berharap dengan pemaparan ini kita semua dapat membuka hati kita untuk lebih dapat menerima pandangan orang lain, membuka cakrawala pemikiran kita bahwa ada pendapat mengenai bid’ah dengan versi lain dari apa yang pernah kita ketahui dan kita yakini, sehingga kedepan kita tidak terjebak dalam perdebatan-perdebatan tidak berujung.
Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…
Dalam kamus Al Munawir kata بِدْعَةٌ yang merupakan jama’ dari kata بِدَعٌsecara lughowi diartikan sebagai “perkara baru dalam agama”. Sedangkan secara istilahi terdapat bermacam-macam makna diantaranya seperti yang termaktub dalam kitab Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah karya Hadratusy Syeikh Hasyim Asy’ari. Dalam kitab tersebut istilah “bid’ah” ini disandingkan dengan istilah “sunnah”. Seperti dikutip Syeikh Hasyim Asy’ari, menurut Syaikh Zaruq dalam kitab ‘Uddatul Murid, kata bid’ah secara syara’ adalah munculnya perkara baru dalam agama yang kemudian mirip dengan bagian ajaran agama itu, padahal bukan bagian darinya, baik formal maupun hakekatnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW yang terdapat dalam kitab Riyadlus Sholihin Hal. 62 disebutkan :
عَنْ أُمِّ اْلمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : مَنْ أَحْدَثَ فىِ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. (متفق عليه)
Artinya : ”Barangsiapa memunculkan perkara baru dalam urusan kami (agama) yang tidak merupakan bagian dari agama itu, maka perkara tersebut tertolak”.
Nabi juga bersabda yang termaktub dalam kitab Riyadlus Solihin hal. 62:
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله, وَ خَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ, وَ شَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا, وَ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ. رواه مسلم
Yang artinya : ”Amma ba’du, maka sesungguhnya perkataan yang paling baik adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah hal yang baru dan setiap bid’ah adalah sesat”.
Menurut para ulama’, kedua hadits ini tidak berarti bahwa semua perkara yang baru dalam urusan agama tergolong bidah, karena mungkin saja ada perkara baru dalam urusan agama, namun masih sesuai dengan ruh syari’ah atau salah satu cabangnya (furu’). Al Imam Al Hafiz Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya menyatakan bahwa perbuatan bid’ah yang dimaksud dalam hadist tersebut adalah hal-hal yg tidak sejalan dengan Alqur’an dan Sunnah Rasul saw, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Bid’ah dalam arti lainnya adalah sesuatu yang baru yang tidak ada sebelumnya, sebagaimana firman Allah SWT:
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ …الأية
Yang artinya : “Allah yang menciptakan langit dan bumi”. (Al-Baqarah 2: 117).
Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…
Terdapat sebuah hadist Nabi juga yang berbunyi كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ yang artinya : “Semua bid’ah itu adalah sesat dan semua kesesatan itu di neraka”.
Jika kita memahami redaksi hadist ini secara lafdziah maka sudah pasti dapat diambil kesimpulan bahwa segala sesuatu yang baru dalam agama (dalam hal ini segala sesuatu yang tidak pernah ada pada zaman nabi) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah sudah pasti sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.
Namun demikian, mari coba kita kaji dari sudut pandang ilmu balaghogh. KH. A.N. Nuril Huda, dalam “Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) Menjawab” menjelaskan kajian terhadap hadist tersebut Menurut ilmu balaghogh. Dalam kajian ilmu balaghogh disebutkan bahwa setiap benda pasti mempunyai sifat, tidak mungkin ada benda yang tidak bersifat, sifat itu bisa bertentangan seperti baik dan buruk, panjang dan pendek, gemuk dan kurus.
Mustahil ada benda dalam satu waktu dan satu tempat mempunyai dua sifat yang bertentangan, kalau dikatakan benda itu baik, mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan jelek; kalau dikatakan si A berdiri mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan duduk.
Bid’ah itu merupakan kata benda, yang sudah barang tentu mempunyai sifat, tidak mungkin ia tidak mempunyai sifat, mungkin saja ia bersifat baik atau mungkin bersifat jelek. Sifat tersebut tidak ditulis dan tidak disebutkan dalam hadits di atas. Hal seperti ini dalam Ilmu Balaghah dikatakan; حدف الصفة على الموصوف yaitu “membuang sifat dari benda yang bersifat”. Seandainya kita tulis sifat bid’ah maka akan terjadi dua kemungkinan: Kemungkinan pertama; كُلُّ بِدْعَةٍ حَسَنَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ Yang artinya : “Semua bid’ah yang baik sesat, dan semua yang sesat masuk neraka”. Hal ini tidak mungkin, bagaimana bisa sifat baik dan sesat berkumpul dalam satu benda dan dalam waktu dan tempat yang sama, hal itu tentu mustahil. Maka yang bisa dipastikan kemungkinan yang kedua; كُلُّ بِدْعَةٍ سَيِئَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّاِر Yang artinya : “Semua bid’ah yang jelek itu sesat, dan semua kesesatan itu masuk neraka”.
Hal yang sama dengan kajian ilmu balaghogh diatas terjadi pula dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah membuang sifat kapal dalam firman-Nya pada QS Al-Kahfi : 79 yang berbunyi :
وَكَانَ وَرَاءهُم مَّلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْباً ﴿٧٩﴾
artinya: “Di belakang mereka ada raja yang akan merampas semua kapal dengan paksa”.
Dalam ayat tersebut Allah SWT tidak menyebutkan kapal baik apakah kapal jelek; karena dalam kondisi normal kapal yang jelek tidak akan diambil oleh raja. Maka lafadh كل سفينة sama dengan كل بد عة tidak disebutkan sifatnya, walaupun pasti punya sifat, ialah kapal yang baik كل سفينة حسنة.
Kemudian kajian lain terhadap hadist tersebut adalah pendapat dari Al-Imam Al-Hafidz Al-Nawawi yang menyatakan dalam kitab Syarh-nya atas kitab Shohih Muslim, bahwa kata كل adalah bermakna sebagian besar bukan bermakna seluruh, sehingga hadist itu oleh beliau dimaknakan “sebagian besar perbuatan bid’ah itu adalah sesat”. Pemaknaan lafadz كل dengan makna sebagian juga terdapat dalam kajian ilmu lughotil arobiyah.
Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…
Bertolak dari paparan terkait dengan pengertian bid’ah sebagaimana telah khotib uraikan diatas, Timbul suatu pertanyaan, Apakah segala sesuatu yang diada-adakan oleh ulama’ yang tidak ada pada zaman Nabi SAW pasti jeleknya? Jawaban yang bijaksana adalah, belum tentu! Ada dua kemungkinan; mungkin jelek dan mungkin baik. Kapan bid’ah itu baik dan kapan bid’ah itu jelek?. Khotib akan mengutip 2 pendapat ulama’ besar yang mewakili 2 zaman berbeda yaitu Imam Syafi’i dari kalangan ulama salaf dan Prof. Dr. As Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al Hasani dari kalangan ulama kholaf. Menurut Imam Syafi’i:
اَلْبِدْعَةُ ِبدْعَتَانِ : مَحْمُوْدَةٌ وَمَذْمُوْمَةٌ, فَمَاوَافَقَ السُّنَّةَ مَحْمُوْدَةٌ وَمَاخَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمَةٌ
Yang artinya : “Bid’ah ada dua, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela, bid’ah yang sesuai dengan sunnah itulah yang terpuji dan bid’ah yang bertentangan dengan sunnah itulah yang tercela”.
Sedangkan menurut sebuah kutipan yang dinukil dari sebuah kitab yang berjudul : Dzikrayaat wa Munaasabaat karya Prof. Dr. As Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al Hasani yang dialih bahasakan oleh KH. Muhammad Bashori Alwi dalam sebuah bukunya disebutkan : bukan semua yang tidak diamalkan oleh ulama’ salaf dan belum terjadi pada masa pertama (zaman nabi) itu adalah bid’ah yang diingkari lagi jelek, yang diharamkan orang melakukannya dan wajib diingkarinya. Tetapi hal-hal baru yang terjadi itu haruslah dihadapkan kepada dalil-dalil syar’i. Lantas apa yang mengandung maslahat hukumnya adalah wajib. Atau yang mengandung keharaman maka hukumnya haram. Atau yang mengandung kemakruhan maka hukumnya makruh. Atau yang mengandung kemubahan maka hukumnya mubah. Atau yang mengadung mandub (sunnah) maka hukumnya adalah mandub (sunnah).
Hal
ini juga diperkuat oleh hadist Nabi yang termaktub dalam kitab Riyadlus Sholihin Halaman 63 yang berbunyi :
مَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئٌ, وَمَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَ وِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِاَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئٌ. رواه مسلم
Yang artinya : “Barang siapa yang mengada-adakan satu cara yang baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun, dan barang siapa yang mengada-adakan suatu cara yang jelek maka ia akan mendapat dosa dan dosa-dosa orang yang ikut mengerjakan dengan tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun”.
Dan hadist Nabi yang lain yang termaktub dalam kitab Sunan Ibnu Majah Juz I hal. 414 :
إِنَّ أُمَّتِي لَنْ تَجْتَمِعَ عَلَى ضَلاَلَةٍ فَإِذَا رَأَيْتُمُ اخْتِلاَفًا فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ اْلأَعْظَمِ. رواه ابن ماجة عن انس ابن مالك
Yang artinya : “Bahwa ummatku tidak akan sepakat dalam kesesatan, bila kamu melihat perbedaan pendapat diantara kalian, maka ikutilah pendapat mayoritas”. HR Ibnu Majah dari Anas bin Malik.
Dalam Kitab Fathul Bari dijelaskan : “Pada mulanya, bid’ah dipahami sebagai perbuatan yang tidak memiliki contoh sebelumnya. Dalam pengertian syar’i, bid’ah adalah lawan kata dari sunnah. Oleh karena itu, bid’ah itu tercela. Padahal sebenarnya, jika bid’ah itu sesuai dengan syariat maka ia menjadi bid’ah yang terpuji. Sebaliknya, jika bi’ah itu bertentangan dengan syariat, maka ia tercela. Sedangkan jika tidak termasuk ke dalam itu semua, maka hukumnya adalah mubah: boleh-boleh saja dikerjakan. Singkat kata, hukum bid’ah terbagi sesuai dengan lima hukum yang terdapat dalam Islam”.
Dari semua pembahasan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa secara garis besar bid’ah dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu : Bid’ah Hasanah dan Bid’ah Sayyiah. Dan untuk mengkategorikan sebuah perbuatan bid’ah itu tergolong hasanah atau sayyiah maka diperlukan kajian mendalam dengan berdasarkan dalil-dalil syar’i baik qoth’i maupun dzonny dengan tetap mempertimbangkan maqoshid asy syar’iyyah dari perbuatan-perbuatan yang dinilai bid’ah tersebut.
Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…
Sebelum khotib mengakhiri khutbah siang hari ini perlu kiranya bagi khotib untuk memberikan beberapa contoh perbuatan bid’ah yang pernah dilakukan sahabat-sahabat terdekat nabi yang termasuk khulafaur rasyidin, perbuatan-perbuatan dimaksud adalah :
1. Pembukuan Al-Qur’an pada masa Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq atas usul Sayyidina Umar ibn Khattab yang kisahnya sangat terkenal.
2. Pemberian titik-titik dan syakal/baris-baris pada tulisan Al Qur’an yang baru dilakukan pada masa kekholifahan Sayyidan Ustman bin Affan.
3. Apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar ibn Khattab ketika mengumpulkan semua umat Islam untuk mendirikan shalat tarawih berjamaah. Tatkala Sayyidina Umar melihat orang-orang itu berkumpul untuk shalat tarawih berjamaah, dia berkata: “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”.
4. Sayyidina Utsman ibn Affan menambah adzan untuk hari Jumat menjadi dua kali. Imam Bukhari meriwatkan kisah tersebut dalam kitab Shahih-¬nya bahwa penambahan adzan tersebut karena umat Islam semakin banyak. Selain itu, Sayyidina Utsman juga memerintahkan untuk mengumandangkan iqamat di atas az-Zawra’, yaitu sebuah bangunan yang berada di pasar Madinah.
Dari keempat contoh diatas, mari kita focus terhadap dua contoh pertama yang tentunya yang tidak pernah diperdebatkan yaitu mengenai kodifikasi (pembukuan) Al Qur’an dan pemberian titik-titik dan syakal pada tulisan Al Qur’an. Kedua hal tersebut merupakan contoh konkrit bid’ah hasanah, karena pada zaman Rasulullah SAW Al Qur’an hanya dihafal atau setidak-tidaknya ditulis di pelepah-pelepah kurma dan juga batu-batu (tanpa titik dan tanda baca) dalam keadaan tercerai berai, tidak tersusun sistematis dalam bentuk surat-surat dan Juz-juz seperti yang kita jumpai pada mushaf Al Qur’an yang ada saat ini. Bagaimana jadinya jika Al Qur’an baik secara tulisan maupun penggandaan kondisinya masih tetap seperti pada zaman Rasulullah SAW. Jika hal itu terjadi khotib rasa akan sulit bagi orang Indonesia khususnya membedakan apakah itu merupakan huruf (ب, ت, atau ي) dan itu akan berakibat fatal dengan berubahnya makna dari ayat yang dibaca. Terhadap kasus kodifikasi Al Qur’an ini apakah masih ada yang menggap ini adalah dlolalah (sesat)?
Akhirnya untuk menutup khutbah pada siang hari ini, khotib mengajak kepada diri khotib pribadi dan para jamaah sekalian untuk selalu berpikir jernih dan tidak mudah memperolok orang atau golongan lain terhadap amaliah yang mereka kerjakan selama amalan itu memiliki dasar hukum. Jangan bersifat sombong dengan beranggapan bahwa amaliah yang kita lakukan adalah yang paling benar dan telah sesuai dengan sunnah Rasul, karena sifat sombong adalah hanya milik Allah SWT. Mari kita berpikir ‘arif menyikapi setiap perbedaan yang terjadi diantara kita. Jangan jadikan perbedaan menjadi pemicu perpecahan. Mari kita ingat sebuah pesan Rasulullah SAW bahwasannya perbedaan yang terjadi pada ummatku adalah sebuah rahmat, tentunya pesan Nabi tersebut hanya berlaku bagi orang-orang yang mau berfikir, sedangkan bagi orang-orang yang malas berfikir sudah barang tentu perbedaan akan menghadirkan perpecahan ummat. Semoga kita selalu diberi petunjuk oleh Allah SWT dan selalu berada dalam naungan rahmat dan rahimNYA, dan mendapat syafaat baginda Rasulullah SAW di hari akhir nanti. Amin. Wallahu a’lam bisshowaab.
بارك الله لي و لكم في القرأن العظيم و نفعني و اياكم بما فيه من الأيات و ذكر الحكيم و تقبل مني و منكم تلاوته انه هو السميع العليم أقول قولي هذا واستغفر الله العظيم لي و لكم و لسائر المسلمين و المسلمات و المؤمنين و المؤمنات فاستغفروه انه هو الغفور رحيم
KHUTBAH KEDUA
الحمد لله…الْحَمْدُ لِلّهِ مُوَفِّقِ اْلعَامِلِيْنَ. و أشهد أن لا اله الا الله وحده لا شريك له وَلِيُّ اْلمُتَّقِيْنَ و أشهد أن سيدنا محمدا عبده و رسوله صادق الوعد اللأمين. اللهم صل على سيدنا محمد و على اله و أصحابه أجمعين. أما بعد فيا عباد الله اتق الله…اتق الله وَاعْلَمُوْا أَنَّ الله أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِه, وَ ثَنىَّ بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِه, وَ أَيَّدَ اْلمُؤْمِنِيْنَ مِنْ عِبَادِه, فقال و لم يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا. إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً.
وقال رسول الله صلي الله عليه و سلم من صلي علي صلاة صلي الله عليه بها عشرا.
اللهم صل علي سيدنا محمد و علي ال سيدنا محمد, كما صليت على سيدنا إبراهيم و على أل سيدنا إبراهيم, و بارك على سيدنا محمد و على أل سيدنا محمد, كما باركت على سيدنا إبراهيم و على أل سيدنا إبراهيم, فى العالمين إنك حميد مجيد. وارض اللهم عن الخلفاء الراشدين, ساداتنا إبي بكر و عمر و عثمات و على و عن بقية أصحاب رسول الله أجمعين, و التابعين و تابعيهم بإحسان إلى يوم الدين و ارض عنا معهم برحمتك يا أرحم الراحمين.
اللهم اغفر للمسلمين و المسلمات و المؤمنين و المؤمنات الأحياء منهم و الأموات انك سميع قريب مجيب الدعوات يا قاضي الحاجات يا أرحم الراحمين, اللهم اَلِّفْ بين قُلُوْبِهِمْ و أَصْلِحْ ذَاتَ بينِهِم و انْصُرْهم على عَدُوِّكَ وَ عَدُوِّهِمْ. اللهم إنا نسألك رضاك و الجنة و نعوذ بك من سخطك و النار, اللهم إنك عفو كريم تحب الغفو فاعف عنا يا كريم. اللهم ادفع عنا الغلاء و البلاء والوباء و الربي و الزني و الزلازل و المحن و سوء الفتن ما ظهر منها و ما بطن عن بلدنا هذا خاصة و عن سائر بلاد المسلمين عامة يا رب العالمين, رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ و أدخلنا الجنة مع الأبرار يا عزيز يا غفار يا رب العالمين و الحمد لله رب العالمين.
عباد الله إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ, وَأَوْفُواْ بِعَهْدِ اللّهِ إِذَا عَاهَدتُّمْ وَلاَ تَنقُضُواْ الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ, و لذكر الله اكبر و الله يعلم ما تصنعون.
اقم الصلاة!!!!

Penelitian Ilmiah Barat Penyembelihan Hewan Secara Islam

Written By Rudi Yanto on Kamis, 10 September 2015 | 9/10/2015

Masya Allah, semakin Maju Penelitian Ilmiyah Semakin Membuktikan Kebenaran Islam. Jelang Hari Raya Idul Adha atau hari raya kurban, jangan pernah makan daging sapi tanpa disembelih, ternyata syariat Islam ini membuat orang barat terkejut.
Simak penelitian ini;
1. Rasulullah tak pernah belajar cardiology tapi syari’atnya membuktikan penelitian ilmu modern.
2. Melalui penelitian ilmiah yang dilakukan oleh dua staf ahli peternakan dari Hannover University, sebuah universitas terkemuka di Jerman. Yaitu: Prof.Dr. Schultz dan koleganya, Dr. Hazim. Keduanya memimpin satu tim penelitian terstruktur untuk menjawab pertanyaan: Manakah yang lebih baik dan paling tidak sakit, penyembelihan secara Syari’at Islam yang murni (tanpa proses pemingsanan) ataukah penyembelihan dengan cara Barat (dengan pemingsanan)?
3. Keduanya merancang penelitian sangat canggih, mempergunakan sekelompok sapi yang telah cukup umur (dewasa). Pada permukaan otak kecil sapi-sapi itu dipasang elektroda (microchip) yang disebut Electro-Encephalograph (EEG). Microchip EEG dipasang di permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak, untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika disembelih. Di jantung sapi-sapi itu juga dipasang Electro Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar karena disembelih.
4. Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG maupun ECG yang telah terpasang di tubuhnya selama beberapa minggu. Setelah masa adaptasi dianggap cukup, maka separuh sapi disembelih sesuai dengan Syariat Islam yang murni, dan separuh sisanya disembelih dengan menggunakan metode pemingsanan yang diadopsi Barat.
5. Dalam Syariat Islam, penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam, dengan memotong tiga saluran pada leher bagian depan, yakni: saluran makanan, saluran nafas serta dua saluran pembuluh darah, yaitu: arteri karotis dan vena jugularis.
6. Patut pula diketahui, syariat Islam tidak merekomendasikan metoda atau teknik pemingsanan. Sebaliknya, Metode Barat justru mengajarkan atau bahkan mengharuskan agar ternak dipingsankan terlebih dahulu sebelum disembelih.
7. Selama penelitian, EEG dan ECG pada seluruh ternak sapi itu dicatat untuk merekam dan mengetahui keadaan otak dan jantung sejak sebelum pemingsanan (atau penyembelihan) hingga ternak itu benar-benar mati.
Nah, hasil penelitian inilah yang sangat ditunggu-tunggu!
8. Dari hasil penelitian yang dilakukan dan dilaporkan oleh Prof. Schultz dan Dr. Hazim di Hannover University Jerman itu dapat diperoleh beberapa hal sebagai berikut:
Penyembelihan Menurut Syariat Islam Hasil penelitian dengan menerapkan praktek penyembelihan menurut Syariat Islam menunjukkan:
Pertama, Pada 3 detik pertama setelah ternak disembelih (dan ketiga saluran pada leher sapi bagian depan terputus), tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG. Hal ini berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah disembelih itu, tidak ada indikasi rasa sakit.
Kedua, Pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik secara bertahap yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur nyenyak) hingga sapi-sapi itu benar-benar kehilangan kesadaran. Pada saat tersebut, tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.
Ketiga, Setelah 6 detik pertama itu, ECG pada jantung merekam adanya aktivitas luar biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan refleksi gerakan koordinasi antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Pada saat darah keluar melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher tersebut, grafik EEG tidak naik, tapi justru drop (turun) sampai ke zero level (angka nol).
Hal ini diterjemahkan oleh kedua peneliti ahli itu bahwa: “No feeling of pain at all!” (tidak ada rasa sakit sama sekali!).
Keempat, Karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat) yang layak dikonsumsi bagi manusia. Jenis daging dari hasil sembelihan semacam ini sangat sesuai dengan prinsip Good Manufacturing Practise (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.
Penyembelihan Cara Barat
Pertama, segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung jatuh dan collaps (roboh). Setelah itu, sapi tidak bergerak-gerak lagi, sehingga mudah dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat pula dengan mudah disembelih tanpa meronta-ronta, dan (tampaknya) tanpa (mengalami) rasa sakit. Pada saat disembelih, darah yang keluar hanya sedikit, tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses stunning (pemingsanan).
Kedua, segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata pada grafik EEG. Hal itu mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit yang diderita oleh ternak (karena kepalanya dipukul, sampai jatuh pingsan).
Ketiga, Grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang drop ke batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa sakit yang luar biasa, sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal. Akibatnya, jantung kehilangan kemampuannya untuk menarik dari dari seluruh organ tubuh, serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.
Keempat, Karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal, maka darah itu pun membeku di dalam urat-urat darah dan daging, sehingga dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), yang dengan demikian menjadi tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia. Disebutkan dalam khazanah ilmu dan teknologi daging, bahwa timbunan darah beku (yang tidak keluar saat ternak mati/disembelih) merupakan tempat atau media yang sangat baik bagi tumbuh-kembangnya bakteri pembusuk, yang merupakan agen utama merusak kualitas daging.
Bukan Ekspresi Rasa Sakit!
Meronta-ronta dan meregangkan otot pada saat ternak disembelih ternyata bukanlah ekspresi rasa sakit! Sangat jauh berbeda dengan dugaan kita sebelumnya! Bahkan mungkin sudah lazim menjadi keyakinan kita bersama, bahwa setiap darah yang keluar dari anggota tubuh yang terluka, pastilah disertai rasa sakit dan nyeri.
Terlebih lagi yang terluka adalah leher dengan luka terbuka yang menganga lebar…! Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim justru membuktikan yang sebaliknya. Yakni bahwa pisau tajam yang mengiris leher (sebagai syariat Islam dalam penyembelihan ternak) ternyata tidaklah ‘menyentuh’ saraf rasa sakit. Oleh karenanya kedua peneliti ahli itu menyimpulkan bahwa sapi meronta-ronta dan meregangkan otot bukanlah sebagai ekspresi rasa sakit, melainkan sebagai ekspresi ‘keterkejutan otot dan saraf’ saja (yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras).  Mengapa demikian? Hal ini tentu tidak terlalu sulit untuk dijelaskan, karena grafik EEG tidak membuktikan juga tidak menunjukkan adanya rasa sakit itu. Subhanallah…

Penyakit sapi gila (Mad Cow) bisa menular ke manusia
Inggris dan Perancis adalah 2 jawara produsen (eksportir) daging sapi terbesar di dunia dan selalu saja terjadi perang dagang di antara keduanya. Menurut orang Inggris, pedagang Perancis bermain curang. Mereka mengirimkan suatu virus mematikan yang bisa menular antar ternak dan berpotensi menular ke manusia.
Virus tersebut disebut Bovine Spongioform Enchephalopathy (BSE) yang sering pula disebut sebagai Virus Sapi Gila atau di negara asalnya lebih dikenal dengan istilah Mad Cow. David Schardt, ahli gisi dari Center for Science in the Public Interest (CSPI) Amerika, melaporkan bahwa ada beberapa daging beef steak dan hamburger yang dimakan orang Amerika saat ini yang mengandungmateri/bagian otak. Apabila otak yang tercemar virus BSE ini dimakan oleh manusia, maka sangatlah mungkin orang tersebut tertular penyakit ini.
Para ahli bekerja keras menelusuri asal muasal kisah material otak tersebut bisa sampai ke daging. Hasil penelitian menunjukkan bahwa material/jaringan otak tersebut dapat sampai ke daging sebagai akibat proses pemingsanan (stunning) sebelum disembelih. Sebagaimana pernah diberitakan Kantor Berita Inggris – Reuter, bahwa pada saat di-stunning, otak yang semula compact pecah selaputnya karena getaran dan tekanan yang sangat hebat.
Akibat pemukulan tersebut, jaringan otak goyah, sehingga banyak material jaringan otak yang pecah berhamburan. Material otak tersebut kemudian terbawa darah mengalir menuju beberapa organ tubuh.
CSPI juga menyebutkan bahwa peneliti di Universitas Texas A&M dan Canada’s Food Inspection Agency (Badan Pemeriksa Makanan Kanada) menemukan kenyataan bahwa metode yang dikenal sebagai Pneumatic Stunning dapat mengakibatkan pecahnya jaringan otak dan terbawa dalam sistem jaringan tubuh sapi.
Lebih lanjut Tam Garlan, ahli Bidang Kedokteran Hewan dari Universitas Texas A&M menyatakan di CSPI’s July Newsletter, bahwa pneumatic stunning tersebut mengakibatkan partikel mikroskopis jaringan otak pecah dan serpihannya terbawa oleh darah ke paru-paru, hati, serta beberapa organ tubuh lainnya.
Bagaimana dengan penyembelihan sesuai Syari’at Islam?
Leila Corcoran (BICNews, 25 Juli 1997) menulis suatu artikel yang berjudul Cattle Stun Gun May Heighten “Madcow” Risk (Senjata Pemingsan Sapi dapat Meningkatkan Resiko Penularan Penyakit ’Sapi Gila’).
Beliau menyimpulkan bahwa tidak ada lagi yang meragukan bahwa metode penyembelihan (tanpa pemingsanan) lebih baik dibandingkan cara yang lain. Metode ini ditetapkan di dalam Al Qur’an. Allah adalah Pencipta Kitab Suci Al-Qur’an dan Allah SWT sangat mengerti apa yang terbaik bagi kita! Sebagai hamba yang beriman, kita harus yakin dengan Syari’at Islam dan tiada keraguan di dalamnya (QS. Al Baqoroh: 2).
Sumber : http://atelandtick.blogspot.com/2013/02/penyembelihan-secara-syariat-islam


Simak di: http://www.sarkub.com/2015/penelitian-ilmiah-barat-penyembelihan-hewan-secara-islam/#ixzz3lIrztkq7
Powered by Menyansoft
Follow us: @T_sarkubiyah on Twitter | Sarkub.Center on Facebook

Dear Wahabi, ini Lho Dalil Sampainya Fatihah Kepada Ahli Kubur

Written By Rudi Yanto on Senin, 07 September 2015 | 9/07/2015


Sumber: ^_^ http://www.muslimoderat.com/2015/09/dear-wahabi-ini-lho-dalil-sampainya.html#ixzz3l2k3x6ZG

MusliModerat.Com - Imam al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa beberapa sahabat Nabi pernah singgah di sebuah kabilah, yang kepala sukunya terkena gigitan hewan berbisa. Lalu sahabat melakukan doa ruqyah dengan bacaan Fatihah (tanpa ada contoh dan perintah dari Nabi). Kepala suku pun mendapat kesembuhan dan sahabat mendapat upah kambing. Ketika disampaikan kepada Nabi, beliau tersenyum dan berkata:

وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ أَصَبْتُمُ اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِى مَعَكُمْ بِسَهْمٍ
“Dari mana kalian tahu bahwa surat Fatihah adalah doa? Kalian benar. Bagikan dan beri saya bagian dari kambing itu” (HR al-Bukhari dan Muslim, redaksi diatas adalah hadis al-Bukhari)
Di hadis ini sahabat membaca al-Fatihah untuk doa ruqyah adalah dengan ijtihad, bukan dari perintah Nabi. Mengapa para sahabat melakukannya, sebab hal ini tidak dilarang oleh Rasulullah. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam al-Hasyr: 7

وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا [الحشر/7]
“... Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah...”
Yang harus ditinggalkan adalah sesuatu yang dilarang oleh Rasulullah, bukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah! Dalam masalah al-Fatihah ini tidak ada satupun hadis yang melarang membaca al-Fatihah dihadiahkan untuk mayit!
Bahkan membaca al-Fatihah untuk orang yang telah wafat juga telah diamalkan oleh para ulama, diantara ulama ahli Tafsir berikut:

وَأَنَا أُوْصِي مَنْ طَالَعَ كِتَابِي وَاسْتَفَادَ مَا فِيْهِ مِنَ الْفَوَائِدِ النَّفِيْسَةِ الْعَالِيَةِ أَنْ يَخُصَّ وَلَدِي وَيَخُصَّنِي بِقِرَاءَةِ اْلفَاتِحَةِ وَيَدْعُوَ لِمَنْ قَدْ مَاتَ فِي غُرْبَةٍ بَعِيْداً عَنِ اْلإِخْوَانِ وَاْلأَبِ وَاْلأُمِّ بِالرَّحْمَةِ وَالْمَغْفِرَةِ فَإِنِّي كُنْتُ أَيْضاً كَثِيْرَ الدُّعَاءِ لِمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فِي حَقِّي وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْراً آمِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (تفسير الرازي : مفاتيح الغيب 18 / 183)
"(al-Razi berkata) Saya berwasiat kepada pembaca kitab saya dan yang mempelajarinya agar secara khusus membacakan al-Fatihah untuk anak saya dan diri saya, serta mendoakan orang-orang yang meninggal nan jauh dari teman dan keluarga dengan doa rahmat dan ampunan. Dan saya sendiri melakukan hal tersebut" (Tafsir al-Razi 18/233-234)
Bahkan ulama Salafi pun masih ada yang berpendapat bahwa al-Fatihah bisa sampai kepada orang yang telah wafat, Syaikh Abdullah al-Faqih berfatwa:

قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ، سَوَاءٌ الْفَاتِحَةُ أَوْ غَيْرُهَا وَإِهْدَاءُ ثَوَابِ قِرَاءَتِهَا إِلَى الْمَيِّتِ جَائِزٌ وَثَوَابُهَا يَصِلُ إِلَى الْمَيِّتِ –إِنْ شَاءَ اللهُ- مَا لَمْ يَقُمْ بِالْمَيِّتِ مَانِعٌ مِنَ اْلاِنْتِفَاعِ بِالثَّوَابِ وَلاَ يَمْنَعُ مِنْهُ إِلاَّ الْكُفْرُ (فتاوى الشبكة الإسلامية معدلة رقم الفتوى 18949 حكم قراءة الفاتحة بعد صلاة الجنازة 3 / 5370)
“.... Membaca al-Quran baik al-Fatihah atau lainnya, dan menghadiahkan bacaannya kepada mayit, maka akan sampai kepadanya –Insya Allah- selama tidak ada yang menghalanginya, yaitu kekufuran (beda agama).” (Fatawa al-Islamiyah 3/5370)

Ustadz Ma'ruf Khozin


Sumber: ^_^ http://www.muslimoderat.com/2015/09/dear-wahabi-ini-lho-dalil-sampainya.html#ixzz3l2o90e8c

Paham Wahabi Anti Madzhab Adalah Paham Liberal

Written By Rudi Yanto on Jumat, 21 Agustus 2015 | 8/21/2015

Gerakan Liberalisme Salafy-Wahabi dan Sekulerisme mempunyai pengaruh yg tidak bisa di anggap remeh dalam perkembangan Islam, walaupun mereka secara zhahir tidak pernah merusak fasilitas umum,. Tapi sebenarnya gerakan ini justru merusak dan menggerogoti aqidah kita dari dalam, karena ajaran yg mereka sampaikan banyak yg menyimpang dari ajaran agung Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Walaupun mereka mengaku sebagai penganut Al-Qur'an dan As-Sunnah yg masih murni. Ini dikarenakan mereka menganggap sebagai firqah najiyah (kelompok yg selamat) yg tidak perlu bermadzhab.
Secara bahasa, madzhab artinya tujuan keberangkatan. Kemudian kata ini mengalami perubahan, sehingga digunakan untuk menyebut kesimpulan hukum yg menjadi tujuan akhir pembahasan, sebagaimana keterangan al-Munawi dalam at-Tawqif.
Ad-Dasuqi dalam hasyiahnya untuk asy-Syarhul Kabir mengatakan,
مَذْهَبَ مَالِكٍ مَثَلًا عِبَارَةٌ عَمَّا ذَهَبَ إلَيْهِ مِنْ الْأَحْكَامِ الِاجْتِهَادِيَّةِ
Madzhab Malik berarti ungkapan unt menyebut semua hukum hasil ijtihad yg menjadi pendapat Imam Malik (Hasyiyah ad-Dasuqi ‘ala asy-Syarh al-Kabir, 1:49).
Atau dengan kalimat yg lebih ringkas, madzhab = pendapat. Bermadzhab, berarti mengikuti pendapat. Bermadzhab Syafii, artinya mengikuti pendapat Imam asy-Syafii, dst.
Pertama, kita sepakat bahwa Imam yg empat, Abu Hanifah, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris asy-Syafii, dan Ahmad bin Hambal rahimahumullah, mereka semua adalah imam dan panutan bagi kaum muslimin generasi setelahnya.
Allah jadikan pendapat mereka diterima di hati kaum muslimin, dari generasi ke generasi. Namun kita juga sepakat bahwa ijtihad tidak hanya terbatas pada empat ulama ini. Karena Islam tidak mungkin hanya berkutat pada pendapat empat imam ini. Masih banyak ulama lain yg sekelas dengan mereka, semacam ats-Tsauri, al-Auza’I, Ibnul Mubarak, Ishaq bin Rahuyah, Ibnu Uyainah, Ibnu Mahdi, Yahya bin Qathan, dll.
Untuk itulah, para imam tersebut tidak pernah berharap agar madzhabnya disikapi sebagaimana syariah yg maksum (terjaga) dari kesalahan. Demikian pula, mereka sama sekali tidak bermaksud untuk memaksa orang lain agar mengikuti pendapatnya. Bahkan mereka menolak ketika ada orang lain yg mengambil pendapatnya, tanpa mengetahui dalil yg menjadi dasar mereka.
Berikut diantara wasiat mereka,
Imam Abu Hanifah mengatakan,
إذا قلت قولا يخالف كتاب الله تعالى وخبر الرسول صلى الله عليه و سلم فاتركوا قولي
“Jika saya menyampaikan pendapat yg bertentangan denagn Al-Quran dan hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah pendapatku.” (Iqadzul Himam al-Fallani, hlm. 50, dari Shifat Shalat Nabi, hlm. 48).
Imam Malik pernah berpesan:
ليس أحد بعد النبي صلى الله عليه و سلم إلا ويؤخذ من قوله ويترك إلا النبي صلى الله عليه و سلم
Siapapun setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pendapatnya layak diambil atau ditolak. Kecuali keterangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (al-Jami’ Ibnu Abdil Bar, 2:91, dari Shifat Shalat Nabi, hlm. 49).
Imam asy-Syafii mangatakan,
كل ما قلت فكان عن النبي صلى الله عليه و سلم خلاف قولي مما يصح فحديث النبي أولى فلا تقلدوني
Semua pendapatku, namun keterangan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertentangan dengan pendapatku maka hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih layak diikuti dan janganlah taqlid kepadaku. (Riwayat Ibnu Asakir dengan sanad shahih, dari Shifat Shalat Nabi, hlm. 52)
Imam Ahmad berpesan,
لا تقلدني ولا تقلد مالكا ولا الشافعي ولا الأوزاعي ولا الثوري وخذ من حيث أخذوا
“Janganlah kalian taqlid kepada aku, jangan pula taqlid kepada Malik, As-Syafii, Al-Auzai, At-Tsauri. Ambillah dari mana mereka mengambil.” (I’lam al-Muwaqi’in, 2:201).
Kita bisa memastikan, bagaimana semangat mereka dalam mengajarkan kebaikan kepada umat. Sama sekali bukan dalam rangka membangun kelompok baru, bukan pula menciptakan perbedaan di kalangan umat.
Kedua, mengapa hanya 4 ini yang terkenal?
Diantara balasan yg kebaikan yg Allah berikan kepada mereka, atas jasa besar mereka bagi kaum muslimin, Allah abadikan karya mereka dan pendapat mereka melebihi ulama lainnya. Sebagaimana yg dinyatakan Imam Malik,
ما كان لله بقي
“Sesuatu yg murni untuk Allah maka akan lebih langgeng”
Allah ciptakan para murid yg menimba ilmu dari mereka, mengabadikan pendapat dan perjalanan hidup mereka. Para murid itu mencatat pendapat mereka, penjelasan mereka, tanya jawab bersama mereka, termasuk prinsip mereka dalam berijtihad. Sehingga sejarah kehidupan, ideologi, dan pemahaman mereka dikenang oleh masyarakat generasi setelahnya.
Dalam perjalanannya, para ulama generasi selanjutnya, berusaha meniru metodologi mereka dalam berijtihad dan mengambil kesimpulan hukum. Mereka lebih mengikuti pada prinsip para imam dalam menyimpulkan pendapat, ketimbang mengikuti pendapat sang imam. Sehingga terbentuklah metodologi menggali kesimpulan dalil yg membedakan mereka dengan madzhab yg lainnya. Mengingat 4 orang ini yg lebih banyak pengikutnya, jadilah madzhab 4 imam ini lebih dikenal dibandingkan ulama lain yg sezaman dengan mereka.
Ketiga, haruskah kita taqlid kepada madzhab?
Ketika menjelaskan tentang hukum taqlid madzhab, Dr. Abdullah al-Judai mengatakan,
أنَّ النَّاسَ صنفَانِ، عالمٌ مجتهدٌ، وَعَامِيٌّ مقلِّدٌ، فأمَّا المجتهدُ فقدْ امتنعَ عليهِ التَّقليدُ ما دامَ قادرًا على الاجتهادِ، وأمَّا المقلَّدُ فإنَّه مأمورٌ بسؤالِ من يقدرُ على سُؤالهِ من أهلِ العلمِ، ولا يتقيَّدُ بمذهبٍ من المذاهبِ الأربعَةِ، وإنَّما هو كما يقولُ بعضُ العلماءِ: (مذهبُهُ مَذهبُ من يسْتَفتِيهِ) ، وعلَى هذا أكثرُ أهلِ العلمِ.
Sesungguhnya manusia terbagi menjadi dua golongan: Alim mujtahid dan Awam yg taqlid. Seorang mujtahid, dia tidak diperbolehkan untuk taqlid selama dia masih mampu untuk berijtihad. Sementara orang yg taqlid, dia diperintahkan untuk bertanya kepada ulama yg mampu menjawab pertanyaannya. Dan tidak harus terikat dengan madzhab tertentu dari empat madzhab di atas. Statusnya sebagaimana yg dikatakan sebagian ulama: “Madzhabnya orang awam sama dengan madzhabnya orang yg dia mintai fatwa.” Inilah yg menjadi pegangan para ulama.
Kemudian beliau melanjutkan,
لكنَّ التَّتلمُذَ لمن يقصِدُ تحصيلَ آلَةِ الاجتهادِ على مذهبِ من هذهِ المذاهبِ لأجلِ ما وقعَ من العِنايَةِ بها مشروعٌ صحيحٌ؛ نظرًا لما يُحقِّقُ من المصالحِ العظيمَةِ في مراتِبِ العلمِ، ولا ضرُورَةَ لتسميَّتِهِ تقليدًا
Namun, orang yg berusaha menggali untuk mendapatkan metodologi berijtihad menurut salah satu madzhab dalam rangka memberikan perhatian kepadanya, hukumnya disyariatkan dan dibenarkan. Mengingat terwujudnya kemaslahatan yg besar dengan adanya penerapan tingkatan ilmu. Dan tidak masalah jika bentuk semacam ini disebut taqlid.
فإنْ كانَ في مراحِل العلمِ فلهُ بعضُ الحالِ يشبَهُ العامِّيَّ فيأخُذُ حُكمَهُ المذكُورَ آنفًا، ولهُ حالٌ يشبهُ المُجتهِدَ فيأخُذُ حُكمَهُ كذلكَ.
Kaitannya dengan tingkatan ilmu, ulama yg mengkaji madzhab terkadang pada satu keadaan sama dengan orang awam. Sehingga berlaku hukum baginya sebagaimana yg telah disebutkan. Dan terkadang dia berada pada keadaan seperti layaknya mujtahid, sehingga berlaku hukum mujtahid baginya. (Taisir Ilmi Ushul Fiqh, 394 – 395).
Dari keterangan beliau, kita bisa mengambil kesimpulan
a. Manusia bertingkat-tingkat keilmuannya, ada yg awam, ada yg secara khusus belajar agama, ada yg ulama mujtahid, dan ada yg menjadi mujtahid mutlak.
b. Taqlid yg dilakukan seseorang, sesuai dengan tingkatan ilmunya. Taqlid yg dilakukan orang awam, jelas berbeda dengan taqlid yg dilakukan mereka yg sedang belajar. Demikian pula taqlidnya seorang penuntut ilmu, tentu berbeda dengan taqlidnya ulama di atasnya, dst.
c. Dari tingkatan keilmuan itu pula, ada orang yg taqlidnya mentahan. Dia hanya menerima hasil akhir, tanpa tahu dalilnya sepeserpun. Itulah model taqlid orang awam. Kemudian ada yg taqlid hanya pada bagian metodologi berfikir dan berijtihad, sehingga ketika mendapatkan kasus tertentu, dia bisa gunakan metodologi itu untuk mendapatkan jawabannya. Itulah tingkatan taqlid yg dilakukan ulama yg menisbahkan dirinya kepada madzhab tertentu.
Kemudian, tidak lupa Dr. Abdullah al-Judai memberikan persyaratan ketika seseorang hendak taqlid kepada madzhab tertentu,
أمَّا الانتِسابُ بسببِ التَّلقِّي إلى واحدٍ من هذهِ المذاهبِ، فشرْطُ جوازِهِ أنْ لا يقترِنَ بعصبيَّةٍ
“Adapun menisbahkan diri pada madzhab tertentu, disebabkan dia mengambil banyak ilmu dari salah satu madzhab, hukumnya boleh dengan syarat tidak diiringi dengan ta’asub (taqlid buta).” (Taisir Ilmi Ushul Fiqh, hlm. 395).
Yang dimaksud taqlid buta di sini adalah memegangi semua pendapat madzhab tersebut, tanpa peduli benar dan salahnya.
Adanya madzhab dalam fiqh islam terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Umat islam tidak perlu bermadzhab.
Usaha-usaha umat islam dalam melepaskan diri dari ikatan madzhab ini sudah lama di rintis oleh tokoh2 ulama-ulama yang anti madzhab, seperti Ibnu Taimiyah, Ibnu Hazm, Ibnul Qoyyim dan ulama2 lain yg seangkatan dengan mereka. Kemudian semakin populer setelah di kumandangkan oleh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab di Nejed (saudi arabia), Muhammad abduh dan Rasyid Ridha di mesir dan Sayyid Jamaluddin Al-Afgani dari Afganistan.
Syekh Muhammad Abduh berpendapat bahwa kemunduran umat islam berabad-abad sehingga menjadi bangsa terjajah adalah karena mereka telah kehilangan kebebasan berfikir dalam menghayati kemurnian ajaran Islam.
Menurut Syekh Muhammad abduh umat islam haram bermadzhab tidak boleh bertaklid kepada imam2 madzhab dan harus berani berijtihad, karena ijtihad itu adalah urusan yg mudah dan tidak seberat seperti yg di gambarkan oleh para ulama2 sebelumnya. Dengan kebebasan berfikir umat islam akan maju dan sanggup menghadapi tantangan dunia modern sebagaiman halnya orang2 barat.
b. Umat Islam wajib bermadzhab.
Kondisi umat di seluruh dunia juga di indonesia dalam penguasaan ilmu2 keislaman sangat berfariasi, baik dilihat dari segi kadar kemampuannya maupun dari subyeknya. Secara global dapat di gambarkan agama islam dianut oleh tiga strata social , diantaranya :
1. Golongan yg berpendidikan rendah
2. Golongan yg berpendidikan menengah
3. Golongan yg berpendidikan tinggi
Umat islam yg dapat menduduki sebagai pemikir atau intelek masih sedikit jumlahnya dibanding dengan golongan pertama dan kedua. Dengan demikian maka umat islam wajib mengikuti mazhab2 dengan alasan:
1. Nash al-Qur’an
2. Ijma’
3. Rasio
Lantas kenapa paham wahabi disebut paham liberal?
Di antara ciri khas pemikiran kaum liberal adalah menghilangkan otoritas ulama. Menurut kelompok liberal, kita tidak perlu taklid kepada para ulama, mereka tidak/anti madzhab bahkan mengharamkannya sebagaimana apa yg dikatakan Muhammad Abduh diatas. Mereka yg anti madzhab beranggapan bahwa para ulama itu manusia, mereka juga manusia dan sama2 bisa berpikir. Mengikuti pendapat para ulama berarti pengebirian akal yg mereka miliki.
Demikian kaum liberal atau kaum yg tidak/anti madzhab berpikir.
Sementara ciri khas kaum Muslimin Ahlussunnah Wal-Jama'ah adalah memberikan penghargaan yg tinggi terhadap para ulama serta otoritas penuh dalam penafsiran teks2 keagamaan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
العلماء ورثة اﻻنبياء
"Para ulama itu pewaris para nabi". (HR. Ibn Asakir dan Ibn al-Najjar).
Apabila para ulama berposisi sebagai pewaris para nabi, tentu saja otoritas mereka dalam penafsiran teks2 harus dijunjung tinggi dan diikuti oleh umat Islam. Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
ليس منا من لم يعطى لعالمين حقه
"Bukan termasuk golongan kami, orang yg tidak memberikan otoritas terhadap ulama di antara kami". (HR. Ahmad dan al-Hakim dalam al-Mustadrak)
Kesimpulannya, jika saat ini penganut paham wahabi meneriakkan anti syi'ah dan anti liberalisme, maka ketahuilah bahwa mereka yg berpaham wahabi adalah paham liberal yg sesungguhnya. Wallahu a'lam bis-Shawab
Demikian Koordinator Sarkub Jakarta Timur Melaporkan, semoga bermanfa'at. Aamiin

Sumber : Ditulis oleh Dr Asimun Mas'ud, Mkub, Koordinator Sarkub Jakarta Timur


Simak di: http://www.sarkub.com/2015/paham-wahabi-anti-madzhab-adalah-paham-liberal/#ixzz3jPoFyr22
Powered by Menyansoft
Follow us: @T_sarkubiyah on Twitter | Sarkub.Center on Facebook
 
Contact Support: Twitter | Facebook
Copyright © 2012. AL-MUSABBIHIN - All Rights Reserved
Published by TakadaTapiono Creative