Sultan Shalahuddin Al Ayyubi ketika hendak menyerang Jerussalem, perlu mengadakan suatu gerakan batin sebagai pengangkat moril dan semangat pasukan sebelum menuju medan laga. Maka beliau mengadakan maulid Kanjeng Nabi Muhammad SAW pertama kali dalam sejarah Islam. Dan karena dorongan moril yang terangkat itulah, Jerussalem dapat ditaklukkan.
Ibnu Katsir punya dawuh berbeda. Peringatan Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh Raja Irbil (wilayah Irak sekarang), bernama Muzhaffaruddin Al-Kaukabri, pada awal abad ke 7 Hijriyah.
Ibn Katsir dalam kitab Tarikh berkata:Sultan Muzhaffar mengadakan peringatan Maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awal. Dia merayakannya secara besar-besaran. Dia adalah seorang yang berani, pahlawan, alim dan seorang yang adil, semoga Allah merahmatinya.Dijelaskan oleh Sibth (cucu) Ibn Al-Jauzi bahwa dalam peringatan tersebut, Sultan Al-Muzhaffar mengundang seluruh rakyatnya dan seluruh ulama dari berbagai disiplin ilmu, baik ulama dalam bidang ilmu Fiqh, ulamaHadits, ulama dalam bidang ilmu kalam, ulama usul, para ahli tasawuf, dan lainnya. Sejak tiga hari, sebelum hari pelaksanaan Maulid Nabi, dia telah melakukan berbagai persiapan. Ribuan kambing dan unta disembelih untuk hidangan para hadirin yang akan hadir dalam perayaan Maulid Nabi tersebut. Segenap para ulama saat itu membenarkan dan menyetujui apa yang dilakukan oleh Sultan Al-Muzhaffar tersebut. Mereka semua berpandangan dan menganggap baik perayaan Maulid Nabi yang digelar untuk pertama kalinya itu.
Nah, bagaimana di Nusantara? Tidak ada keterangan pasti kapan diadakan pertama kali, namun sejak zaman sebelum kesultanan Demak ada dugaan sudah sering diadakan untuk mengangkat moril dan semangat pasukan. Dari Mbah Iwan Mahmoed Al Fattah, ada keterangan dari kitab Al Fatawwi karya Al Allamah Ratu Bagus Kh. Ahmad Syar’i Mertakusuma Betawi, yang konon merupakan salah satu anggota Pitung. Di dalam Kitab Al Fatawi tertulis :
“Sebelum memasuki wilayah Sunda Kelapa untuk menahan kedatangan Pasukan Tempur Kerajaan Paringgi (Portugis), seluruh pasukan mujahidin yang berasal dari berbagai wilayah Nusantara berkumpul di alun alun Kesultanan Demak untuk mendengarkan Petuah Sultan Trenggono dan Fattahillah. Pada saat itu untuk mengangkat moral pasukan Jihad jilid 3 setelah jihad Malaka, maka Sultan Trenggono mengadakan Maulid Nabi secara besar besaran, dan itu terjadi pada tanggal 12 Robiul Awal tahun 933 Hijriah. Penyerangan itupun mampu membebaskan sunda Kalapa dari Portugis dan diubah namanya menjadi Jayakarta, kota kemenangan.”
Dan inilah maulid yang tercatat di kitabnya orang Betawi.
Dalam keterangan Mbah Yai Muchit Muzadi, dulu di Tebuireng di zaman Mbah Hasyim Asy’ari, para santri secara gotong royong mengadakan sendiri perayaan maulid Nabi Muhammad. Mulai perencanaan hingga eksekusi acara dilaksanakan secara mandiri dan penuh tanggung jawab. Hal inilah yang membuat santri-santri Mbah Hasyim Asy’ari menjadi tokoh semua ketika pulang ke daerah masing-masing, baik tokoh tingkat kampung hingga internasional, begitu dawuh Mbah Muchit Muzadi.
Masih banyak dampak positif dari maulid Nabi Muhammad SAW ini di berbagai belahan daerah. Tak pelak, keampuhan perayaan Maulid Nabi Besar Sayyidina Muhammad SAW ini sangat berdampak positif bagi umat Islam seluruhnya. Dibalik sejarah kemenangan dan kemajuan umat Islam zaman dahulu ternyata ada barokah perayaan Maulid Nabi yang mampu menjadi inspirasi dan semangat tersendiri bagi umat muslim, sehingga mampu mengubah sejarah.
Semoga kita juga mendapat berkah yang demikian. Aamiin.
اللهم صل و سلم علي سيدنا و مولنا محمد
Di sadur dari : http://www.sarkub.com/para-tokoh-pencetus-mawlid-al-nabi/