Bolehkah mengikuti hasil Ru'yat yang terjadi di luar negeri, misalnya Arab Saudi, dalam permulaan puasa dan hari raya?
Jawaban:
Pertanyaan Bapak saat ini dikenal dengan istilah Ru'yat Internasional, yaitu hilal berhasil dilihat di suatu Negara kemudian seluruh Negara mengikuti keputusan rukyat tersebut meskipun jaraknya sangat berjauhan.
Dalam Madzhab Syafi'i hal ini tidak diperbolehkan karena negara-negara yang berjauhan memiliki mathla' (peta kemunculan hilal / bulan) yang berbeda.
Sehingga jika ada hilal yang berhasil terlihat di suatu Negara, maka yang wajib berpuasa adalah Negara yang memiliki mathla' yang sama (radius 120 km) dan Negara yang berdekatan dengan terlihatnya hilal tersebut. Sementara untuk ukuran 1 negara yang sangat luas, seluruh penduduknya juga wajib berpuasa atas keputusan isbat pemerintahnya (Fathul Bari 4/123)
Hal ini berdasarkan riwayat para sahabat di Madinah yang berhari raya pada hari Sabtu, karena di Madinah hilal tidak terlihat, sementara di Damasqus para sahabat berhari raya pada hari Jumat karena melihat hilal. Berikut kutipan selengkapnya:
“Dari Kuraib, sesungguhnya Umma al-Fadhl binti al-Harits mengutus dirinya (Kuraib) kepada Mu’awiyah di Syam. Kuraib berkata, aku datang di Syam lalu menyelesaikan keperluan Ummi al-Fadhl, dan hilal Ramadhan tampak olehku ketika aku di Syam. Saya melihat hilal pada malam Jum’ah, kemudian aku datang di Madinah di akhir bulan. Abdullah bin Abbas RA bertanya kepadaku, kemudian aku tuturkan hilal. Ibnu Abbas bertanya, kapan kalian melihat hilal ? Saya menjawab, kami melihatnya pada malam Jum’ah. Ibnu Abbas bertanya, kamu melihatnya ? Saya jawab, iya dan juga para manusia dan mereka berpuasa dan juga Mu’awiyah. Ibnu Abbas berkata, tetapi kami melihat hilal pada malam Sabtu, lalu kami tetap berpuasa hingga menggenapkan 30 hari atau kami telah melihat hilal. Saya (Kuraib) bertanya, adakah tidak cukup dengan rukyah dan puasa yang dilakukan oleh Mu’awiyah ? Ibnu Abbas menjawab, tidak, demikian Rasulullah SAW memerintahkan kepada kita” (HR Muslim)
Mengapa tidak diseragamkan saja seluruh Negara Islam? Sebab ibadah dalam Islam berkaitan dengan waktu, dan waktu di seluruh Negara pasti berbeda. misalnya salat Dzuhur di Indonesia berbeda dengan di Makkah. Apakah harus diseragamkan waktu salatnya? Begitu pula dalam Ru'yat, yang di Indonesia gagal dilihat tetapi di Makkah berhasil dilihat, maka umat Islam Indonesia tidak wajib mengikuti hasil Ru'yat di Makkah.
Masalah ini memang tergolong masalah khilafiyah diantara para ulama. Dan menurut tiga madzhab yang lain adalah ketika hilal terlihat di suatu Negara, maka Negara yang lain juga wajib mengikutinya (al-Fiqh 'ala Madzahib al-Arba'ah 1/520)