Wahai saudaraku para
perindu surga yang dirahmati Allah….
Puji syukur
Al-hamdulillah, bahwa kita semua masih dikaruniai umur yang panjang oleh Allah
SWT, sehingga pada tahun ini kita masih dipertemukan kembali dengan bulan yang
sangat mulia, bulan agung yang terhampar lautan rahmat dan ampunan Allah. Bulan
tempat mensucikan diri dari segala noda dosa. Tempat seorang hamba untuk lebih
mendekatkan diri kepada sang Penciptanya, yakni bulan suci Ramadhan.
Dalam rangka kita
memperingati Nuzulul Qur’an (bulan turunnya A-Qur’an) mari kita simak firman
Allah SWT, dalam Surah Al-Baqarah ayat 185 yang berbunyi ;
تلك الأيام { شهر رمضان الذي أنزل فيه القرآن } من
اللوح المحفوظ إلى السماء الدنيا في ليلة القدر منه { هدى } حال هاديا من الظلالة
{ للناس وبينات } آيات واضحات { من الهدى } بما يهدي إلى الحق من الأحكام { و } من
{ الفرقان } بما يفرق بين الحق والباطل { فمن شهد } حضر { منكم الشهر فليصمه ومن
كان مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخر }
Hari-hari tersebut
adalah (bulan Ramadan yang padanya diturunkan Alquran) yakni dari Lohmahfuz ke
langit dunia di malam lailatulkadar (sebagai petunjuk) menjadi 'hal', artinya
yang menunjukkan dari kesesatan (bagi manusia dan penjelasan-penjelasan)
artinya keterangan-keterangan yang nyata (mengenai petunjuk itu) yang menuntun
pada hukum-hukum yang hak (dan) sebagai (pemisah) yang memisahkan antara yang
hak dengan yang batil. (Maka barang siapa yang menyaksikan) artinya hadir (di
antara kamu di bulan itu, hendaklah ia berpuasa dan barang siapa sakit atau
dalam perjalanan, lalu ia berbuka, maka wajib baginya berpuasa sebanyak hari
yang ditinggalkannya itu pada hari yang lain)
Ayat ini memberikan
pemahaman kepada kita bahwa puasa dan Al-Qur’an memiliki kaitan yang sangat
erat. Allah turunkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan, di bulan ini pula Allah
mewajibkan kita berpuasa. Puasa yang merupakan ibadah pengendalian diri atas
hawa nafsu dan syahwat, merupakan hakikat spiritual dalam diri manusia. Ini
berarti ; jiwa, ruh, dan pemikiran manusia pada bulan Ramadhan akan menghindari
tuntutan-tuntutan jasmani.
Dalam kondisi seperti
ini, ruh manusia berada pada puncak kejernihannya, karena ia tidak disibukkan
oleh syahwat dan hawa nafsunya. Ketika itulah ia dalam keadaan paling siap
untuk memahami dan menerima ilmu dari Allah SWT. Karena itu bagi Allah SWT,
membaca Al-Qur’an merupakan ibadah yang paling utama di bulan Ramadhan yang
suci ini.
Ramadhan dan
Al-Qur’an adalah dua kenikmatan yang tak ternilai, yang diberikan Allah kepada
kita. Keduanya adalah kenikmatan yang saling berkaitan dan saling melengkapi,
dan seolah tak terpisahkan antara yang satu dengan yang lain. Keduanya akan
menjadi penolong kita di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah saw,: “Puasa
dan Al-Qur’an itu akan memberikan syafa’at kepada hamba di hari kiamat. Puasa
akan berkata,:”Ya Rabb, aku telah menghalanginya dari makan dan syahwat di
siang hari, maka perkenankanlah aku memberikan syafa’at untuknya”. Sedangkan
Al-Qur’an akan berkata : “Ya Rabb, aku telah menghalanginya dari tidur di malam
hari, maka perkenankanlah aku memberikan syafa’at untuknya”. Maka Allah
memperkenankan keduanya memberikan syafa’at”. (HR. Ahmad dan Thabrani).
Karena itulah, di
bulan Ramadhan seperti ini, orang-orang shaleh terdahulu begitu dekat dengan
Al-Qur’an. Perilaku dan perbuatan mereka yang tidak lepas dari AlQur’an, bisa
menjadi nasehat bagi kita.
Wahai saudaraku para
perindu surga yang dirahmati Allah….
Bulan Ramadhan merupakan
bulan yang di dalamnya terlimpah berjuta ni'mat, dimana Allah telah turunkan Al-Qur'an
dan perintahkan kewajiban berpuasa, pada bulan ini pula Allah turunkan anugerah "lailatul
qadar". Hal ini Allah telah terangkan dalam Surat Al-Qadr yang
berbunyi :
1- {
إنا أنزلناه } أي القرآن جملة واحدة من اللوح المحفوظ إلى السماء الدنيا { في ليلة
القدر } أي الشرف العظيم
1. (Sesungguhnya Kami
telah menurunkannya) yaitu menurunkan Alquran seluruhnya secara sekali turun
dari lohmahfuz hingga ke langit yang paling bawah (pada malam kemuliaan) yaitu
malam Lailatulkadar, malam yang penuh dengan kemuliaan dan kebesaran.
2 - {
وما أدراك } أعلمك يا محمد { ما ليلة القدر } تعظيم لشأنها وتعجيب منه
2. (Dan tahukah kamu)
Hai Muhammad (apakah malam kemuliaan itu?) ungkapan ini sebagai pernyataan
takjub atas keagungan yang terdapat pada Lailatulkadar.
3 - {
ليلة القدر خير من ألف شهر } ليس فيها ليلة القدر فالعمل الصالح فيها خير منه في
ألف شهر ليست فيها
3. (Malam kemuliaan itu
lebih baik daripada seribu bulan) yang tidak ada malam lailatulkadarnya;
beramal saleh pada malam itu pahalanya jauh lebih besar dan lebih baik daripada
beramal saleh yang dilakukan selama seribu bulan yang tidak mengandung malam
lailatulkadar.
4 - {
تنزل الملائكة } بحذف إحدى التاءين من الأصل { والروح } أي جبريل { فيها } في
الليلة { بإذن ربهم } بأمره { من كل أمر } قضاه الله فيها لتلك السنة إلى قابل ومن
سببه بمعنى الباء
4. (Turunlah
malaikat-malaikat) bentuk asal dari lafal Tanazzalu adalah Tatanazzalu,
kemudian salah satu huruf Ta-nya dibuang, sehingga jadilah Tanazzalu (dan
Ar-Ruh) yakni malaikat Jibril (di malam itu) artinya pada malam
kemuliaan/lailatulkadar itu (dengan izin Rabbnya) dengan perintah dari-Nya
(untuk mengatur segala urusan) atau untuk menjalankan ketetapan Allah buat
tahun itu hingga tahun berikutnya, hal ini terjadi pada malam kemuliaan itu.
Huruf Min di sini bermakna Sababiyah atau sama artinya dengan huruf Ba; yakni
mereka turun dengan seizin Rabbnya dengan membawa segala urusan yang telah
menjadi ketetapan-Nya untuk tahun itu hingga tahun berikutnya.
5 - {
سلام هي } خبر مقدم ومبتدأ { حتى مطلع الفجر } بفتح اللام وكسرها إلى وقت طلوعه
جعلت سلاما لكثرة السلام فيها من الملائكة لا تمر بمؤمن ولا بمؤمنة إلا سلمت عليه
5. (Malam itu penuh
dengan kesejahteraan) lafal ayat ini sebagai Khabar Muqaddam atau Khabar yang
didahulukan, sedangkan Mubtadanya ialah (sampai terbit fajar) dapat dibaca
Mathla'al Fajri dan Mathla'il Fajri, artinya hingga waktu fajar. Malam itu dinamakan
sebagai malam yang penuh dengan kesejahteraan, karena para malaikat banyak
mengucapkan salam, yaitu setiap kali melewati seorang mukmin baik laki-laki
maupun perempuan mereka selalu mengucapkan salam kepadanya.
Lailatul Qadar yang Allah sebutkan sebagai malam yang
lebih mulia dari seribu bulan adalah merupakan puncak keutamaan bulan Ramadhan.
Rasulullah saw, mengajarkan kepada kita dengan sabdanya :
و حَدَّثَنَا يَحْيَى
بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رِجَالًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرُوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْمَنَامِ فِي السَّبْعِ
الْأَوَاخِرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَى
رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَمَنْ كَانَ
مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ
Dan Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya ia
berkata, saya telah membacakan kepada Malik dari Nafi' dari Ibnu Umar
radliallahu 'anhuma bahwa seorang laki-laki dari sahabat Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bermimpi bahwa Lailatul Qadar terdapat pada tujuh hari
terakhir (dari bulan Ramadlan). Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Aku juga bermimpi seperti mimpimu itu, melihat Lailatul Qadr
itu jatuh bertepatan pada tujuh hari terakhir bulan Ramadlan. Maka siapa yang
mencarinya, carilah dalam tujuh hari terakhir itu."
و حَدَّثَنَا يَحْيَى
بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ
Dan Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya ia
berkata, saya telah membacakan kepada Malik dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu
Umar radliallahu 'anhuma, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Carilah Lailatul Qadar pada tujuh malam terakhir (dari bulan
Ramadlan)."
Seperti apa ciri seseorang yang mendapatkan
Lailatul Qadar ? Diantara ciri orang yang mendapatkan Lailatul Qadar ialah
sebagaimana fitrah yang ada pada diri manusia, ia menghendaki segala kebaikan,
suara kalbunya semakin tajam dan fitrah keilahianyang ada pada diri
manusia akan berfungsi lebih tajam. Dari situlah perubahan hidup akan bermula.
Pada malam itu merupakan titik awal perubahan baru dalam hidup untuk kemudian
diaplikasikan dalam kehidupan selanjutnya selama Ramadhan.
Sesuai namanya, al-Qadar yang berarti ukuran, pengaturan,
ketentuan; maka Lailatul Qadar adalah malam penentuan bagi kesempurnaan ukuran
kualitas pribadi dan pengaturan program dari suara hati. Jika seseorang
tergerak hatinya untuk melakukan perbaikan sosial misalnya, lailatul qadar
pertamanya adalah malam penentuan untuk perbaikan dirinya sendiri, dan upaya
perbaikan diri akan tampak pada sebelas bulan setelahnya. Pada Ramadhan
berikutnya, jika ia berhasil ia akan menemui malam penentuan baru untuk hal baru
yang kemudian untuk dilaksanakan setelah Ramadhan. Begitu secara terus menerus
hingga suara hati itu menjadi jalan hidupnya. Seorang shaleh menasehatkan : “Jika
engkau ingin tahu apakah dirimu telah mendapatkan lailatul Qadar, maka lihatlah
perubahan perilakumu setelah Ramadhan”
Wahai saudaraku para perindu surga yang dirahmati Allah….
Sisi lain
diturunkannya Al-Qur'an adalah sebagai penyadaran bagi umat bahwa Al-Qur'an
merupakan petunjuk yang sempurna dan paripurna bagi orang-orang yang bertaqwa.
Allah SWT, berfirman dalam (QS. Al-Baqarah: 2). Yang berbunyi :
{ ذلك
} اي هذا { الكتاب } الذي يقرؤه محمد { لا ريب } ولاشك { فيه } أنه من عند الله
وجملة النفي خبر مبتدؤه ذلك والإشارة به للتعظيم { هدى } خبر ثان أي هاد { للمتقين
} الصائرين إلى التقوى بامتثال الأوامر واجتناب النواهي لاتقائهم بذلك النار
(Kitab ini) yakni
yang dibaca oleh Muhammad saw. (tidak ada keraguan) atau kebimbangan (padanya)
bahwa ia benar-benar dari Allah swt. Kalimat negatif menjadi predikat dari
subyek 'Kitab ini', sedangkan kata-kata isyarat 'ini' dipakai sebagai
penghormatan. (menjadi petunjuk) sebagai predikat kedua, artinya menjadi
penuntun (bagi orang-orang yang bertakwa) maksudnya orang-orang yang
mengusahakan diri mereka supaya menjadi takwa dengan jalan mengikuti perintah
dan menjauhi larangan demi menjaga diri dari api neraka.
Sebagai petunjuk kehidupan, mestinya Al-Qur'an kita
jadikan sebagai pengarah langkah dan pijakan dalam segala kehidupan kita,
sebagai parameter serta barometer dalam segala amal perbuatan kita.
Karena Allah telah menegaskan bahwa petunjuk Al-Qur'an lah yang paling
"terjamin" segala kesempurnaannya, mengatur masalah syariat dan tata
cara pelaksanaannya, (QS. Al-Maidah: 48,50)
Namun sayang,
banyak kita saksikan umat Islam kembali kepada Al-Qur'an setelah mengalami
berbagai krisis kehidupan. Al-Qur'an hanya dijadikan pelarian ketika tidak ada
lagi "cara pemecahan" lainnya. Ini berarti Al-Qur'an yang asalnya
adalah "cahaya kehidupan" yang harus kita letakkan di depan langkah
kita, baru diambil cahaya itu ketika "tersandung dan jatuh". Kalau
kita ingin sukses dunia akhirat, Al-Qur'an harus selalu ada di depan kita, kita
jadikan imam kita dan memandu seluruh amal perbuatan kita.
Mengapa kita harus
berpedoman pada Al-Quran?
Pertama, karena Al-Qur'an memuat segala aturan dan permasalahan kehidupan
kita, dan jawabannya atas segala sisi kehidupan manusia.
Hal ini sangat logis karena Al-Qur'an diturunkan oleh Sang Maha
Pencipta, Yang Maha Mengetahui seluruh ciptaan-Nya dan segala seluk-beluknya
yang sangat rinci. Sehingga hanya Allah-lah yang paling pantas menentukan
aturan kehidupan ini.
Kedua, Al-Qur'an adalah
juklak kehidupan yang terjamin orisinalitasnya. Sebagai perundang-undangan
kehidupan, Al-Qur'an satu-satunya kitab yang tahan uji dan tahan
terhadap berbagai upaya untuk menyelewengkan atau merusak Al-Qur'an.
Sebagaimana janji atau komitmen Allah bahwa, :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan
Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. (QS. Al-Hijr : 9). [Ayat ini
memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al-Qur’an selama-lamanya].
Allah ‘Azza waJalla berfirman :
لا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَلا مِنْ خَلْفِهِ
تَنزِيلٌ مِّنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ
"...Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur'an) kebathilan,
baik dari depan maupun dari belakang" (QS.
Fushshilat : 42).
Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada sesuatu pun yang
membatalkan ayat-ayat Alquran, baik yang membatalkan itu kitab-kitab Allah SWT
yang terdahulu, seperti Taurat, Zabur, dan Injil dan tidak satupun kitab Allah
yang datang setelah Alquran itu. Arti ini sesuai dengan pendapat Said bin
Jubair dan Al Kalbi. Pada akhir ayat ini diterangkan bahwa seluruh Alquran itu
adalah benar, tidak ada yang salah sedikit pun, karena Alquran itu berasal dari
Allah, Tuhan semesta alam. Semua yang berasal dari Allah adalah benar belaka,
tidak ada satu pun yang kurang, yang salah atau tidak sempurna, Dia Maha Bijaksana
lagi Maha Terpuji.
Komitmen Allah ini dibuktikan dengan adanya mukjizat
Al-Qur'an yang mudah dihafal, mudah dipahami dan diamalkan. Demikian juga
banyak kita lihat ulama tafsir dan hafidz maupun hafidzah yang selalu menjaga
kemurnian Al-Qur'an. Sehingga bila ada satu huruf yang diganti, pasti Allah
akan membeberkan kejahatan orang-orang yang mencoba merusak Al-Qur'an lewat
kecermatan para penghafal kalamullah tersebut..
Ketiga, Al-Qur'an lah satu-satunya undang-undang kehidupan
yang paling pas bagi manusia dan segenap semesta raya. Karena Al-Qur'an telah
menjamin bagi orang berpijak di atasnya dengan benar, tidak akan sesat
selamanya. Allah Azza wa Jalla berfirman,
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ
أَقْوَمُ
"Sesungguhnya Al-Qur'an ini
memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus"
(Al-Isra': 9)
Rasulullah SAW bersabda,
"Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara yang apabila berpegang kepadanya niscaya tidak akan tersesat selamanya, yaitu Al-Qur'an dan Sunah".
"Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara yang apabila berpegang kepadanya niscaya tidak akan tersesat selamanya, yaitu Al-Qur'an dan Sunah".
Al-Qur'an mampu menjawab pertanyaan besar yang ada dalam setiap
pikiran manusia, min aina...ilaa ainaa...limadzaa? Dari mana kita
berasal? Hendak kemana? Dan untuk apa kita hidup di dunia ini? Di dalam
Al-Qur'an dipaparkan arah dan tujuan kehidupan, sejarah umat masa lalu dan
prediksi (gambaran) kehidupan masa depan, berbagai peristiwa-peristiwa besar
dalam kehidupan dan seluruh yang dibutuhkan. Kehidupan bermuamalah, social,
ekonomi, hukum, maupun ubudiyyah, semuanya ada dalam Al-Qur'an.
Allah Ta'ala berfirman,
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ
رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ
وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
"Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk
( Al-Qur'an) dan dienul haq (Agama Islam), agar Dia memenangkannya di atas
segala agama-agama, meskipun orang-orang musyrik membencinya"
(Ash-Shaff: 9).
Wahai saudaraku para perindu surga yang dirahmati Allah….
Ada beberapa hal yang perlu dicatat oleh setiap muslim tentang
keutamaan Al-Qur'an, keutamaan membaca dan menghafalnya. Dalam rangka
meningkatkan iman dan cinta kita kepada Al-Qur'an pada khususnya, serta
Al-Islam secara keseluruhan.
a. Al-Qur'an adalah
kitab yang diberkahi (mubarak), pemberi cahaya (nuur), pembeda
antara haq dan bathil (furqan), obat penyakit hati dan jiwa (syifa'ul
limaa fish-shuduur), penjelas segala persoalan (al-bayan), petunjuk
(al-huda) dan masih banyak nama Al-Qur'an sesuai fungsinya.
b. Ahli Qur'an adalah
sebaik-baik manusia.
عن أَبي أُمامَةَ رضي اللَّه عنهُ قال : سمِعتُ
رسولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يقولُ : " اقْرَؤُا القُرْآنَ
فإِنَّهُ يَأْتي يَوْم القيامةِ شَفِيعاً لأصْحابِهِ " رواه مسلم .
Dari Abu Umamah r.a., katanya:
"Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bacalah olehmu semua
akan al-Quran itu, sebab al-Quran itu akan datang pada hari kiamat sebagai
sesuatu yang dapat memberikan syafaat - yakni pertolongan - kepada orang-orang
yang mempunyainya." (Riwayat Muslim)
Maksud mempunyainya ialah
membaca al-Quran yang dilakukan dengan mengingat-ingat makna dan kandungannya
lalu mengamalkan isinya, mana-mana yang merupakan perintah dilakukan dan yang
merupakan larangan dijauhi.
وعن عثمانَ بن عفانَ رضيَ اللَّه عنهُ قال : قالَ
رسولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : " خَيركُم مَنْ تَعَلَّمَ
القُرْآنَ وَعلَّمهُ . رواه البخاري .
Dari Usman bin Affan r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Sebaik-baik engkau semua ialah orang yang mempelajari al-Quran
dan mengajarkannya pula." (Riwayat Bukhari)
Orang yang belajar dan mengajarkan Al-Qur'an adalah sebaik-baik
generasi, yakni generasi rabbani qur'ani, Allah Ta'ala berfirman, :
وَلَكِن كُونُواْ رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنتُمْ
تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنتُمْ تَدْرُسُونَ
"Jadilah kalian
orang-orang (generasi) rabbani (generasi yang sempurna iman dan taqwanya),
karena kalian senantiasa mengajarkan Al-Qur'an dan disebabkan kalian senantiasa
mempelajarinya"
(Ali Imran: 79).
c. Ahli Qur'an
digolongkan sebagai keluarga Allah.
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah mempunyai dua
keluarga di antara manusia". Mereka bertanya, "Siapakah mereka itu,
ya Rasulullah?" Beliau bersabda, "Ahli Qur'an adalah keluarga Allah
dan orang-orang yang khusus (pilihan)" (HR. Nasa'i, Ahmad dan Ibnu Majah).
d. Menduduki kedudukan
sesuai akhir ayat yang dibacanya.
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ
بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ الْحَفَرِيُّ وَأَبُو نُعَيْمٍ عَنْ
سُفْيَانَ عَنْ عَاصِمِ بْنِ أَبِي النَّجُودِ عَنْ زِرٍّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عَمْرٍو عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُقَالُ
لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي
الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَأُ بِهَا قَالَ أَبُو
عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ عَاصِمٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ
نَحْوَهُ
Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Ghailan telah
menceritakan kepada kami Abu Daud Al Hafari dan Abu Nu'aim dari Sufyan dari
'Ashim bin Abu Najud dari Zirr dari Abdullah bin 'Amru dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam beliau bersabda: "Kelak akan dikatakan kepada ahli Al
Qur`an; Bacalah dan naiklah, kemudian bacalah dengan tartil sebagaimana kamu
membacanya ketika di dunia, karena sesungguhnya tempatmu ada pada akhir ayat
yang kamu baca." Abu Isa berkata; Hadits ini hasan shahih. Telah menceritakan
kepada kami Bundar telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi dari
Sufyan dari 'Ashim dengan sanad dan maksud yang sama.
Wahai saudaraku para perindu surga yang
dirahmati Allah….
Mari kita merenung sejenak. Ramadhan
telah datang dan sekarang kita semua berada di dalamnya. Hari demi hari
selanjutnya akan silih berganti, dan tanpa terasa Ramadhan kembali akan
meninggalkan kita. Akankah kita menyesal kembali seperti tahun-tahun
lalu. Sungguh kesalahan yang besar apabila kesalahan yang sama kembali
terulang. Yang demikian itu kata Rasulullah bukanlah sifat seorang mukmin.
Marilah kita maksimalkan aktivitas
ibadah kita pada Ramadhan ini, agar kesalahan-kesalahan kita di Ramadhan yang
lalu tidak kita ulangi lagi pada Ramadhan berikutnya. Sebab Ramadhan adalah
musim semi bagi sebuah pohon taqwa, setelah selama sebelas bulan lalu
daun-daunnya berguguran ditimpa kemarau ibadah. Ranting-rantingnya nyaris patah
diterpa angin maksiat. Ramadhan datang untuk mngembalikan keindahan pohon
taqwa, dengan memberikan naungan berjuta kebaikan, serta memberi buah ibadah
sepanjang musim dengan izin Rabb-nya. Sehingga memungkinkan kita berada dalam
keadaan taqwa sepanjang tahun yang akan datang.
Seorang ulama besar Imam Malik
memberikan contoh kepada kita, apa yang ia lakukan jika telah memasuki
Ramadhan. Beliau menutup kitab-kitabnya, tidak berfatwa dan tidak melayani
berdiskusi dengan orang lain. Ia hanya mengambil Al-Qur’an dan berkata, “Bulan
ini adalah bulan Ramadhan, bulannya Al-Qur’an” ia lalu pergi ke masjid dan
menetap di dalamnya, memperbanyak shalat, tilawah dan dzikir sampai bulan
Ramadhan berlalu. Lihat pula Imam Ahmad ra. Apabila Ramadhan tiba, lelaki alim
yang tekun beribadah ini memasuki masjid dan menetap di dalamnya. Di sana ia
bertasbih dan beristighfar. Setiap kali wudhunya batal ia segera memperbaharui
wudhunya, ia tidak pernah pulang ke rumahnya kecuali untuk makan, minum dan
tidur. Ia berkata, “Bulan ini adalah bulan yang akan menghapus dosa-dosa, kami
tidak ingin menyamakannya dengan bulan-bulan yang lain yang terkadang kami isi
dengan perbuatan maksiat, salah dan dosa.”
Imam Malik dan Imam Ahmad melakukan itu
karena mereka sadar, bahwa Ramadhan itu sangat mahal dan terbatas, sebatas
hidup mereka di dunia. Mereka harus beribadah lebih banyak di bulan itu supaya
tidak menyesal karena kehilangan kesempatan yang sangat berharga. Bagaimana
dengan kita ?