Home » » Hikmah Nuzulul Qur'an

Hikmah Nuzulul Qur'an

Written By Rudi Yanto on Kamis, 25 Juli 2013 | 7/25/2013


Wahai saudaraku para perindu surga yang dirahmati Allah….

Puji syukur Al-hamdulillah, bahwa kita semua masih dikaruniai umur yang panjang oleh Allah SWT, sehingga pada tahun ini kita masih dipertemukan kembali dengan bulan yang sangat mulia, bulan agung yang terhampar lautan rahmat dan ampunan Allah. Bulan tempat mensucikan diri dari segala noda dosa. Tempat seorang hamba untuk lebih mendekatkan diri kepada sang Penciptanya, yakni bulan suci Ramadhan.

Dalam rangka kita memperingati Nuzulul Qur’an (bulan turunnya A-Qur’an) mari kita simak firman Allah SWT, dalam Surah Al-Baqarah ayat 185 yang berbunyi ;

تلك الأيام { شهر رمضان الذي أنزل فيه القرآن } من اللوح المحفوظ إلى السماء الدنيا في ليلة القدر منه { هدى } حال هاديا من الظلالة { للناس وبينات } آيات واضحات { من الهدى } بما يهدي إلى الحق من الأحكام { و } من { الفرقان } بما يفرق بين الحق والباطل { فمن شهد } حضر { منكم الشهر فليصمه ومن كان مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخر }

Hari-hari tersebut adalah (bulan Ramadan yang padanya diturunkan Alquran) yakni dari Lohmahfuz ke langit dunia di malam lailatulkadar (sebagai petunjuk) menjadi 'hal', artinya yang menunjukkan dari kesesatan (bagi manusia dan penjelasan-penjelasan) artinya keterangan-keterangan yang nyata (mengenai petunjuk itu) yang menuntun pada hukum-hukum yang hak (dan) sebagai (pemisah) yang memisahkan antara yang hak dengan yang batil. (Maka barang siapa yang menyaksikan) artinya hadir (di antara kamu di bulan itu, hendaklah ia berpuasa dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan, lalu ia berbuka, maka wajib baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari yang lain)

Ayat ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa puasa dan Al-Qur’an memiliki kaitan yang sangat erat. Allah turunkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan, di bulan ini pula Allah mewajibkan kita berpuasa. Puasa yang merupakan ibadah pengendalian diri atas hawa nafsu dan syahwat, merupakan hakikat spiritual dalam diri manusia. Ini berarti ; jiwa, ruh, dan pemikiran manusia pada bulan Ramadhan akan menghindari tuntutan-tuntutan jasmani.

Dalam kondisi seperti ini, ruh manusia berada pada puncak kejernihannya, karena ia tidak disibukkan oleh syahwat dan hawa nafsunya. Ketika itulah ia dalam keadaan paling siap untuk memahami dan menerima ilmu dari Allah SWT. Karena itu bagi Allah SWT, membaca Al-Qur’an merupakan ibadah yang paling utama di bulan Ramadhan yang suci ini.

Ramadhan dan Al-Qur’an adalah dua kenikmatan yang tak ternilai, yang diberikan Allah kepada kita. Keduanya adalah kenikmatan yang saling berkaitan dan saling melengkapi, dan seolah tak terpisahkan antara yang satu dengan yang lain. Keduanya akan menjadi penolong kita di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah saw,: “Puasa dan Al-Qur’an itu akan memberikan syafa’at kepada hamba di hari kiamat. Puasa akan berkata,:”Ya Rabb, aku telah menghalanginya dari makan dan syahwat di siang hari, maka perkenankanlah aku memberikan syafa’at untuknya”.  Sedangkan Al-Qur’an akan berkata : “Ya Rabb, aku telah menghalanginya dari tidur di malam hari, maka perkenankanlah aku memberikan syafa’at untuknya”. Maka Allah memperkenankan keduanya memberikan syafa’at”. (HR. Ahmad dan Thabrani).

Karena itulah, di bulan Ramadhan seperti ini, orang-orang shaleh terdahulu begitu dekat dengan Al-Qur’an. Perilaku dan perbuatan mereka yang tidak lepas dari AlQur’an, bisa menjadi nasehat bagi  kita.

Wahai saudaraku para perindu surga yang dirahmati Allah….

Bulan Ramadhan  merupakan bulan yang di dalamnya terlimpah berjuta ni'mat, dimana Allah telah turunkan  Al-Qur'an dan perintahkan kewajiban berpuasa, pada bulan ini pula Allah turunkan anugerah "lailatul qadar". Hal ini Allah telah terangkan dalam Surat Al-Qadr yang berbunyi :

1- { إنا أنزلناه } أي القرآن جملة واحدة من اللوح المحفوظ إلى السماء الدنيا { في ليلة القدر } أي الشرف العظيم

1. (Sesungguhnya Kami telah menurunkannya) yaitu menurunkan Alquran seluruhnya secara sekali turun dari lohmahfuz hingga ke langit yang paling bawah (pada malam kemuliaan) yaitu malam Lailatulkadar, malam yang penuh dengan kemuliaan dan kebesaran.

2 - { وما أدراك } أعلمك يا محمد { ما ليلة القدر } تعظيم لشأنها وتعجيب منه

2. (Dan tahukah kamu) Hai Muhammad (apakah malam kemuliaan itu?) ungkapan ini sebagai pernyataan takjub atas keagungan yang terdapat pada Lailatulkadar.

3 - { ليلة القدر خير من ألف شهر } ليس فيها ليلة القدر فالعمل الصالح فيها خير منه في ألف شهر ليست فيها

3. (Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan) yang tidak ada malam lailatulkadarnya; beramal saleh pada malam itu pahalanya jauh lebih besar dan lebih baik daripada beramal saleh yang dilakukan selama seribu bulan yang tidak mengandung malam lailatulkadar.

4 - { تنزل الملائكة } بحذف إحدى التاءين من الأصل { والروح } أي جبريل { فيها } في الليلة { بإذن ربهم } بأمره { من كل أمر } قضاه الله فيها لتلك السنة إلى قابل ومن سببه بمعنى الباء

4. (Turunlah malaikat-malaikat) bentuk asal dari lafal Tanazzalu adalah Tatanazzalu, kemudian salah satu huruf Ta-nya dibuang, sehingga jadilah Tanazzalu (dan Ar-Ruh) yakni malaikat Jibril (di malam itu) artinya pada malam kemuliaan/lailatulkadar itu (dengan izin Rabbnya) dengan perintah dari-Nya (untuk mengatur segala urusan) atau untuk menjalankan ketetapan Allah buat tahun itu hingga tahun berikutnya, hal ini terjadi pada malam kemuliaan itu. Huruf Min di sini bermakna Sababiyah atau sama artinya dengan huruf Ba; yakni mereka turun dengan seizin Rabbnya dengan membawa segala urusan yang telah menjadi ketetapan-Nya untuk tahun itu hingga tahun berikutnya.

5 - { سلام هي } خبر مقدم ومبتدأ { حتى مطلع الفجر } بفتح اللام وكسرها إلى وقت طلوعه جعلت سلاما لكثرة السلام فيها من الملائكة لا تمر بمؤمن ولا بمؤمنة إلا سلمت عليه

5. (Malam itu penuh dengan kesejahteraan) lafal ayat ini sebagai Khabar Muqaddam atau Khabar yang didahulukan, sedangkan Mubtadanya ialah (sampai terbit fajar) dapat dibaca Mathla'al Fajri dan Mathla'il Fajri, artinya hingga waktu fajar. Malam itu dinamakan sebagai malam yang penuh dengan kesejahteraan, karena para malaikat banyak mengucapkan salam, yaitu setiap kali melewati seorang mukmin baik laki-laki maupun perempuan mereka selalu mengucapkan salam kepadanya.

Lailatul Qadar yang Allah sebutkan sebagai malam yang lebih mulia dari seribu bulan adalah merupakan puncak keutamaan bulan Ramadhan. Rasulullah saw, mengajarkan kepada kita dengan sabdanya :

و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رِجَالًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرُوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْمَنَامِ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ

Dan Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya ia berkata, saya telah membacakan kepada Malik dari Nafi' dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma bahwa seorang laki-laki dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bermimpi bahwa Lailatul Qadar terdapat pada tujuh hari terakhir (dari bulan Ramadlan). Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku juga bermimpi seperti mimpimu itu, melihat Lailatul Qadr itu jatuh bertepatan pada tujuh hari terakhir bulan Ramadlan. Maka siapa yang mencarinya, carilah dalam tujuh hari terakhir itu."

و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ

Dan Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya ia berkata, saya telah membacakan kepada Malik dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Carilah Lailatul Qadar pada tujuh malam terakhir (dari bulan Ramadlan)."

Seperti  apa ciri seseorang yang mendapatkan Lailatul Qadar ? Diantara ciri orang yang mendapatkan Lailatul Qadar ialah sebagaimana fitrah yang ada pada diri manusia, ia menghendaki segala kebaikan, suara kalbunya semakin tajam dan fitrah keilahianyang ada pada diri manusia akan berfungsi lebih tajam. Dari situlah perubahan hidup akan bermula. Pada malam itu merupakan titik awal perubahan baru dalam hidup untuk kemudian diaplikasikan dalam kehidupan selanjutnya selama Ramadhan.

Sesuai namanya, al-Qadar yang berarti ukuran, pengaturan, ketentuan; maka Lailatul Qadar adalah malam penentuan bagi kesempurnaan ukuran kualitas pribadi dan pengaturan program dari suara hati. Jika seseorang tergerak hatinya untuk melakukan perbaikan sosial misalnya, lailatul qadar pertamanya adalah malam penentuan untuk perbaikan dirinya sendiri, dan upaya perbaikan diri akan tampak pada sebelas bulan setelahnya. Pada Ramadhan berikutnya, jika ia berhasil ia akan menemui malam penentuan baru untuk hal baru yang kemudian untuk dilaksanakan setelah Ramadhan. Begitu secara terus menerus hingga suara hati itu menjadi jalan hidupnya. Seorang shaleh menasehatkan : “Jika engkau ingin tahu apakah dirimu telah mendapatkan lailatul Qadar, maka lihatlah perubahan perilakumu setelah Ramadhan”

Wahai saudaraku para perindu surga yang dirahmati Allah….

Sisi lain diturunkannya Al-Qur'an adalah sebagai penyadaran bagi umat bahwa Al-Qur'an merupakan petunjuk yang sempurna dan paripurna bagi orang-orang yang bertaqwa. Allah SWT, berfirman dalam (QS. Al-Baqarah: 2). Yang berbunyi :

{ ذلك } اي هذا { الكتاب } الذي يقرؤه محمد { لا ريب } ولاشك { فيه } أنه من عند الله وجملة النفي خبر مبتدؤه ذلك والإشارة به للتعظيم { هدى } خبر ثان أي هاد { للمتقين } الصائرين إلى التقوى بامتثال الأوامر واجتناب النواهي لاتقائهم بذلك النار

(Kitab ini) yakni yang dibaca oleh Muhammad saw. (tidak ada keraguan) atau kebimbangan (padanya) bahwa ia benar-benar dari Allah swt. Kalimat negatif menjadi predikat dari subyek 'Kitab ini', sedangkan kata-kata isyarat 'ini' dipakai sebagai penghormatan. (menjadi petunjuk) sebagai predikat kedua, artinya menjadi penuntun (bagi orang-orang yang bertakwa) maksudnya orang-orang yang mengusahakan diri mereka supaya menjadi takwa dengan jalan mengikuti perintah dan menjauhi larangan demi menjaga diri dari api neraka.

Sebagai petunjuk kehidupan, mestinya Al-Qur'an kita jadikan sebagai pengarah langkah dan pijakan dalam segala kehidupan kita, sebagai parameter serta barometer dalam segala amal perbuatan  kita. Karena Allah telah menegaskan bahwa petunjuk Al-Qur'an lah yang paling "terjamin" segala kesempurnaannya, mengatur masalah syariat dan tata cara pelaksanaannya, (QS. Al-Maidah: 48,50)

Namun sayang, banyak kita saksikan umat Islam kembali kepada Al-Qur'an setelah mengalami berbagai krisis kehidupan. Al-Qur'an hanya dijadikan pelarian ketika tidak ada lagi "cara pemecahan" lainnya. Ini berarti Al-Qur'an yang asalnya adalah "cahaya kehidupan" yang harus kita letakkan di depan langkah kita, baru diambil cahaya itu ketika "tersandung dan jatuh". Kalau kita ingin sukses dunia akhirat, Al-Qur'an harus selalu ada di depan kita, kita jadikan imam kita dan memandu seluruh amal perbuatan kita.



Mengapa kita harus berpedoman pada Al-Quran?

Pertama, karena Al-Qur'an memuat segala aturan dan permasalahan kehidupan kita, dan jawabannya atas segala sisi kehidupan manusia.

Hal ini sangat logis karena Al-Qur'an diturunkan oleh Sang Maha Pencipta, Yang Maha Mengetahui seluruh ciptaan-Nya dan segala seluk-beluknya yang sangat rinci. Sehingga hanya Allah-lah yang paling pantas menentukan aturan kehidupan ini.

Kedua, Al-Qur'an adalah juklak kehidupan yang terjamin orisinalitasnya. Sebagai perundang-undangan kehidupan, Al-Qur'an satu-satunya  kitab yang tahan uji dan tahan terhadap berbagai upaya untuk menyelewengkan atau merusak Al-Qur'an. Sebagaimana janji atau komitmen Allah bahwa, :

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

 Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.  (QS. Al-Hijr : 9). [Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al-Qur’an selama-lamanya].

Allah ‘Azza waJalla berfirman :

لا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَلا مِنْ خَلْفِهِ تَنزِيلٌ مِّنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ

"...Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur'an) kebathilan, baik dari depan maupun dari belakang"        (QS. Fushshilat : 42).

Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada sesuatu pun yang membatalkan ayat-ayat Alquran, baik yang membatalkan itu kitab-kitab Allah SWT yang terdahulu, seperti Taurat, Zabur, dan Injil dan tidak satupun kitab Allah yang datang setelah Alquran itu. Arti ini sesuai dengan pendapat Said bin Jubair dan Al Kalbi. Pada akhir ayat ini diterangkan bahwa seluruh Alquran itu adalah benar, tidak ada yang salah sedikit pun, karena Alquran itu berasal dari Allah, Tuhan semesta alam. Semua yang berasal dari Allah adalah benar belaka, tidak ada satu pun yang kurang, yang salah atau tidak sempurna, Dia Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.

Komitmen Allah ini dibuktikan dengan adanya mukjizat Al-Qur'an yang mudah dihafal, mudah dipahami dan diamalkan. Demikian juga banyak kita lihat ulama tafsir dan hafidz maupun hafidzah yang selalu menjaga kemurnian Al-Qur'an. Sehingga bila ada satu huruf yang diganti, pasti Allah akan membeberkan kejahatan orang-orang yang mencoba merusak Al-Qur'an lewat kecermatan para penghafal kalamullah tersebut..

Ketiga,  Al-Qur'an lah satu-satunya undang-undang kehidupan yang paling pas bagi manusia dan segenap semesta raya. Karena Al-Qur'an telah menjamin bagi orang berpijak di atasnya dengan benar, tidak akan sesat selamanya. Allah Azza wa Jalla berfirman,

إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ

"Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus" 

(Al-Isra': 9)



Rasulullah SAW bersabda,
"Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara yang apabila berpegang kepadanya niscaya tidak akan tersesat selamanya, yaitu Al-Qur'an dan Sunah".

Al-Qur'an mampu menjawab pertanyaan besar yang ada dalam setiap pikiran manusia, min aina...ilaa ainaa...limadzaa? Dari mana kita berasal? Hendak kemana? Dan untuk apa kita hidup di dunia ini? Di dalam Al-Qur'an dipaparkan arah dan tujuan kehidupan, sejarah umat masa lalu dan prediksi (gambaran) kehidupan masa depan, berbagai peristiwa-peristiwa besar dalam kehidupan dan seluruh yang dibutuhkan. Kehidupan bermuamalah, social, ekonomi, hukum, maupun ubudiyyah, semuanya ada dalam Al-Qur'an.

Allah Ta'ala berfirman,

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

"Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk ( Al-Qur'an) dan dienul haq (Agama Islam), agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama, meskipun orang-orang musyrik membencinya" (Ash-Shaff: 9).

Wahai saudaraku para perindu surga yang dirahmati Allah….

Ada beberapa hal yang perlu dicatat oleh setiap muslim tentang keutamaan Al-Qur'an, keutamaan membaca dan menghafalnya. Dalam rangka meningkatkan iman dan cinta kita kepada Al-Qur'an pada khususnya, serta Al-Islam secara keseluruhan.

a.       Al-Qur'an adalah kitab yang diberkahi (mubarak), pemberi cahaya (nuur), pembeda antara haq dan bathil (furqan), obat penyakit hati dan jiwa (syifa'ul limaa fish-shuduur), penjelas segala persoalan (al-bayan), petunjuk (al-huda) dan masih banyak nama Al-Qur'an sesuai fungsinya.



b.      Ahli Qur'an adalah sebaik-baik manusia.

عن أَبي أُمامَةَ رضي اللَّه عنهُ قال : سمِعتُ رسولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يقولُ : " اقْرَؤُا القُرْآنَ فإِنَّهُ يَأْتي يَوْم القيامةِ شَفِيعاً لأصْحابِهِ " رواه مسلم .

Dari Abu Umamah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bacalah olehmu semua akan al-Quran itu, sebab al-Quran itu akan datang pada hari kiamat sebagai sesuatu yang dapat memberikan syafaat - yakni pertolongan - kepada orang-orang yang mempunyainya." (Riwayat Muslim)

Maksud  mempunyainya ialah membaca al-Quran yang dilakukan dengan mengingat-ingat makna dan kandungannya lalu mengamalkan isinya, mana-mana yang merupakan perintah dilakukan dan yang merupakan larangan dijauhi. 

وعن عثمانَ بن عفانَ رضيَ اللَّه عنهُ قال : قالَ رسولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : " خَيركُم مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعلَّمهُ .  رواه البخاري .

Dari Usman bin Affan r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sebaik-baik engkau semua ialah orang yang mempelajari al-Quran dan mengajarkannya pula." (Riwayat Bukhari)

Orang yang belajar dan mengajarkan Al-Qur'an adalah sebaik-baik generasi, yakni generasi rabbani qur'ani, Allah Ta'ala berfirman, :

وَلَكِن كُونُواْ رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنتُمْ تَدْرُسُونَ

"Jadilah kalian orang-orang (generasi) rabbani (generasi yang sempurna iman dan taqwanya), karena kalian senantiasa mengajarkan Al-Qur'an dan disebabkan kalian senantiasa mempelajarinya"

 (Ali Imran: 79).

c.       Ahli Qur'an digolongkan sebagai keluarga Allah.

Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah mempunyai dua keluarga di antara manusia". Mereka bertanya, "Siapakah mereka itu, ya Rasulullah?" Beliau bersabda, "Ahli Qur'an adalah keluarga Allah dan orang-orang yang khusus (pilihan)" (HR. Nasa'i, Ahmad dan Ibnu Majah).

d.      Menduduki kedudukan sesuai akhir ayat yang dibacanya.

حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ الْحَفَرِيُّ وَأَبُو نُعَيْمٍ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ عَاصِمِ بْنِ أَبِي النَّجُودِ عَنْ زِرٍّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَأُ بِهَا قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ عَاصِمٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ

Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Ghailan telah menceritakan kepada kami Abu Daud Al Hafari dan Abu Nu'aim dari Sufyan dari 'Ashim bin Abu Najud dari Zirr dari Abdullah bin 'Amru dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Kelak akan dikatakan kepada ahli Al Qur`an; Bacalah dan naiklah, kemudian bacalah dengan tartil sebagaimana kamu membacanya ketika di dunia, karena sesungguhnya tempatmu ada pada akhir ayat yang kamu baca." Abu Isa berkata; Hadits ini hasan shahih. Telah menceritakan kepada kami Bundar telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi dari Sufyan dari 'Ashim dengan sanad dan maksud yang sama.



Wahai saudaraku para perindu surga yang dirahmati Allah….

Mari kita merenung sejenak. Ramadhan telah datang dan sekarang kita semua berada di dalamnya. Hari demi hari selanjutnya akan silih berganti, dan tanpa terasa Ramadhan kembali akan meninggalkan kita. Akankah kita  menyesal kembali seperti tahun-tahun lalu. Sungguh kesalahan yang besar apabila kesalahan yang sama kembali terulang. Yang demikian itu kata Rasulullah bukanlah sifat seorang mukmin.

Marilah kita maksimalkan aktivitas ibadah kita pada Ramadhan ini, agar kesalahan-kesalahan kita di Ramadhan yang lalu tidak kita ulangi lagi pada Ramadhan berikutnya. Sebab Ramadhan adalah musim semi bagi sebuah pohon taqwa, setelah selama sebelas bulan lalu daun-daunnya berguguran ditimpa kemarau ibadah. Ranting-rantingnya nyaris patah diterpa angin maksiat. Ramadhan datang untuk mngembalikan keindahan pohon taqwa, dengan memberikan naungan berjuta kebaikan, serta memberi buah ibadah sepanjang musim dengan izin Rabb-nya. Sehingga memungkinkan kita berada dalam keadaan taqwa sepanjang tahun yang akan datang.

Seorang ulama besar Imam Malik memberikan contoh kepada kita, apa yang ia lakukan jika telah memasuki Ramadhan. Beliau menutup kitab-kitabnya, tidak berfatwa dan tidak melayani berdiskusi dengan orang lain. Ia hanya mengambil Al-Qur’an dan berkata, “Bulan ini adalah bulan Ramadhan, bulannya Al-Qur’an” ia lalu pergi ke masjid dan menetap di dalamnya, memperbanyak shalat, tilawah dan dzikir sampai bulan Ramadhan berlalu. Lihat pula Imam Ahmad ra. Apabila Ramadhan tiba, lelaki alim yang tekun beribadah ini memasuki masjid dan menetap di dalamnya. Di sana ia bertasbih dan beristighfar. Setiap kali wudhunya batal ia segera memperbaharui wudhunya, ia tidak pernah pulang ke rumahnya kecuali untuk makan, minum dan tidur. Ia berkata, “Bulan ini adalah bulan yang akan menghapus dosa-dosa, kami tidak ingin menyamakannya dengan bulan-bulan yang lain yang terkadang kami isi dengan perbuatan maksiat, salah dan dosa.”

Imam Malik dan Imam Ahmad melakukan itu karena mereka sadar, bahwa Ramadhan itu sangat mahal dan terbatas, sebatas hidup mereka di dunia. Mereka harus beribadah lebih banyak di bulan itu supaya tidak menyesal karena kehilangan kesempatan yang sangat berharga. Bagaimana dengan kita ?
Share this article :
 
Contact Support: Twitter | Facebook
Copyright © 2012. AL-MUSABBIHIN - All Rights Reserved
Published by TakadaTapiono Creative